Seiring perkembangan jaman, pelaksanaan syariat agama mengalami perubahan pelaksanaannya. Bukan dalam arti mengubah rukun atau syarat sah-nya. Melainkan sebagai bentuk adaptasi pada perkembangan zaman dengan segala macam penemuan teknologinya.
Salah satunya adalah ibadah kurban. Di era digital saat setiap sendi kehidupan kita dimudahkan dengan berbagai teknologi dan aplikasi, berkurban sekarang juga semakin mudah.
Dulu jika kita hendak berkurban, kita membeli hewan kurban di pasar hewan atau tempat-tempat penjualan hewan kurban yang menjamur seiring semakin dekatnya Hari Raya Idul Adha.Â
Sekarang, cukup lewat sentuhan jari di layar ponsel kita sudah bisa berkurban. Lebih praktis dan anti ribet. Apalagi saat ini dunia masih dilanda pandemi Covid-19 yang masih belum tahu kapan meredanya.
Dengan kurban online, setidaknya umat Islam yang berkurban tidak perlu khawatir akan risiko penularan virus corona. Lebih dari itu, kurban online juga diklaim lebih tepat sasaran karena daging kurban bisa disalurkan ke daerah-daerah yang penduduknya lebih membutuhkan.
Saat ini sudah banyak lembaga, yayasan dan bahkan startup teknologi serta marketplace menjadi penjual sekaligus penyalur hewan kurban. Sedangkan masyarakat muslim yang ingin berkurban cukup mentransfer uang senilai hewan ternak yang hendak dikurbankan. Lantas, bagaimana hukum kurban online seperti ini?
Hukum Kurban Online
Pada prinsipnya, Islam memudahkan umatnya dalam melaksanakan ibadah. Sebagaimana zakat yang bisa disalurkan secara online, demikian pula halnya dengan ibadah kurban.
Praktik muamalah seperti ini dalam Islam termasuk kategori wakalah atau perwakilan. Kita mewakilkan keperluan pembelian, penyerahan, penyembelihan hingga penyaluran hewan kurban kepada lembaga atau panitia yang siap memenuhi kebutuhan kita untuk menunaikan ibadah kurban. Wakalah jelas diperbolehkan menurut Al-Quran dan hadis, karena cukup membantu dan mempermudah terselenggaranya ibadah.
Namun, tujuan ibadah kurban sedikit berbeda dengan zakat. Tujuan utama berkurban bukan semata-mata mendapatkan dagingnya atau menyalurkan daging tersebut pada masyarakat tidak mampu yang lebih memerlukan. Tujuan berkurban adalah untuk menerapkan sunah dan syiar kaum muslimin. Allah berfirman,
"Dagingnya maupun darahnya tidak akan sampai kepada Allah, namun yang sampai kepada-Nya adalah takwa kalian" (QS. Al-Haj:37).
Bagian dari bertakwa kepada Allah ketika menunaikan ibadah kurban adalah menjaga sunah dan syiar dalam berkurban. Jadi, jika alasan kita berkurban secara online adalah agar hewan ternak yang kita kurbankan bisa dikirim lalu disembelih dan dagingnya dibagikan ke daerah-daerah yang masyarakatnya lebih membutuhkan, itu kurang tepat karena pada asalnya tempat menyembelih kurban adalah daerah orang yang berkurban.
Sekalipun di daerah tempat tinggal kita masyarakat setempat sudah mampu atau tergolong kaya. Inilah yang dipraktekkan Rasulullah SAW dan para sahabat. Selain itu, korban online juga meniadakan beberapa keutamaan atau praktik sunah yang semestinya bisa kita amalkan saat kita kurban secara biasa.
Sunah Ibadah Kurban yang Tidak Bisa Kita Lakukan Jika Kita Kurban Online
Apa saja keutamaan atau sunah-sunah yang tidak bisa kita lakukan jika kita memilih kurban online?
1. Berdzikir saat menyembelih hewan kurban atau menyaksikan penyembelihan hewan secara langsung
Saat penyembelihan, kita diperintah Allah untuk berdzikir atau menyebut nama Allah. Dalam Surah Al Hajj ayat 34, Allah berfirman:
"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka."
Perintah untuk berdzikir saat menyembelih hewan kurban juga disebutkan dalam surah Al Hajj ayat 36,
"...maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat)."
Sahibul kurban (orang yang berkurban) tidak bisa mendapatkan keutamaan ini jika hewan kurbannya disembelih di tempat lain.
2. Memakan daging hewan kurban
Dalam rangkaian perintah Allah tentang ibadah kurban di surah Al Hajj ayat 36, Allah berfirman:
"Kemudian apabila telah rebah (mati hewan kurbannya), maka makanlah sebagian dan berilah makan pada orang yang rela dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur."
Jika kita perhatikan ayat tersebut, Allah menyuruh kita agar daging hewan kurban yang sudah disembelih itu dibagi menjadi tiga. Sebagian untuk orang yang berkurban. Sebagian untuk mereka yang tidak meminta (tidak membutuhkan). Dan sebagian lainnya untuk mereka yang meminta.
Yang dimaksud dengan orang-orang yang tidak meminta adalah mereka yang rela dengan apa yang ada padanya, alias sudah berkecukupan. Termasuk dalam pengertian "orang yang tidak meminta" ini adalah orang-orang kaya yang dalam keseharian mereka mungkin sudah terlalu sering makan lauk daging.
Solusi Agar Ibadah Kurban Tepat Sasaran Tanpa Kehilangan Sunah-sunahnya
Lalu, bagaimana solusinya agar kita tetap mendapatkan keutamaan ibadah kurban, sekaligus menumbuhkan empati pada masyarakat tidak mampu yang berada di luar daerah?
Dengan tidak bermaksud menafikan manfaat dan kepraktisan kurban online, solusi yang lebih tepat adalah kita tetap menyembelih hewan kurban di daerah kita sendiri. Setelah itu, kita bisa mendistribusikan daging kurban daerah lain yang masyarakatnya lebih membutuhkan.
Bagaimana dengan masyarakat tidak mampu di wilayah-wilayah pelosok? Bukankah mereka juga semestinya bisa mendapatkan hewan kurban untuk disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan?
Dalam hal ini, pengorbanan kita benar-benar diuji. Jika kita ingin berkurban tanpa menghilangkan sunah-sunahnya sekaligus membantu masyarakat tidak mampu di daerah-daerah terpencil, maka berkurbanlah dua kali lipat!
Hewan kurban pertama disembelih di daerah kita sendiri, dan hewan kurban kedua bisa kita kirim ke daerah-daerah yang kita kehendaki. Baik itu melalui kurban online maupun patungan dengan beberapa teman.
Semangat untuk berbagi dan empati pada masyarakat yang tidak mampu seharusnya juga akan menambah semangat berkurban kita. Untuk itu, kita bisa mencontoh kisah Nabi Ibrahim dalam berkurban.
Suatu ketika, Nabi Ibrahim a.s berkurban sejumlah 1000 ekor domba, 300 sapi dan 100 ekor onta. Orang-orang pun bertanya, untuk apa kurban sebanyak itu. Nabi Ibrahim menjawab bahwa itu semua tak seberapa.Â
Bahkan seandainya Allah menginginkan anaknya pun dia bersedia berkurban. Hingga kemudian Allah benar-benar menguji Nabi Ibrahim agar mengorbankan putranya Ismail.
Lihatlah bagaimana Nabi Ibrahim a.s berkurban. Sebegitu banyaknya hewan ternak yang dikurbankan ternyata masih dianggap tak seberapa.
Jadi dengan berkurban dua kali lipat dari yang biasanya kita lakukan dan membagi dua: satu untuk disembelih di tempat sendiri dan satu disalurkan ke daerah lain, kita masih bisa menjalankan sunah-sunah ibadah kurban sekaligus keutamaan membantu masyarakat tidak mampu di daerah-daerah pelosok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H