Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Tahun Ajaran Baru: Biar Guru yang Mengajar, Orangtua yang Mendidik

12 Juli 2020   22:51 Diperbarui: 14 Juli 2020   13:45 807
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pada masa pandemi, guru hanya sebatas mengajar, sedangkan orangtua mendidik siswa di rumah (foto: kompas.com/Irsul Panca Aditra)

Tahun ajaran baru 2020/2021 telah tiba. Tidak seperti tahun ajaran sebelum-sebelumnya yang selalu disambut ceria oleh guru, orangtua dan para siswa itu sendiri, tahun ajaran baru kali ini sepi-sepi saja. Pandemi Covid-19 membuat pemerintah di seluruh dunia harus menata ulang sistem pendidikan dan penyelenggaraan pendidikannya.

Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi

Dalam suasana pandemi dan kasus positif Covid-19 masih terus meningkat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi. 

Panduan ini merupakan hasil dari keputusan bersama 4 menteri, yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Agama dan Menteri Kesehatan.

Panduan ini juga menjadi acuan pemerintah daerah dalam mengatur satuan pendidikan sebelum dapat diizinkan melaksanakan pembelajaran tatap muka berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur di dalamnya. 

Karena prinsip utama dalam pembelajaran di tahun ajaran dan tahun akademik baru adalah kesehatan dan keselamatan seluruh peserta didik, kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan keluarganya.

Dalam penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi, Kemdikbud mengaturnya sesuai dengan status kedaruratan Covid-19 di setiap daerah. Satuan pendidikan yang berada di daerah ZONA KUNING, ORANYE, DAN MERAH, dilarang melakukan proses pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan dan tetap melanjutkan Belajar dari Rumah (BDR). 

Sedangkan satuan pendidikan di wilayah ZONA HIJAU dapat melakukan pembelajaran tatap muka secara bertahap dengan penentuan prioritas berdasarkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi terlebih dahulu. 

Selain itu, pembelajaran tatap muka di wilayah zona hijau harus mempertimbangkan kemampuan peserta didik untuk menerapkan protokol kesehatan dan menjaga jarak (physical distancing).

Penyelenggaraan pembelajaran di masa pandemi merupakan pengalaman baru bagi sistem pendidikan di Indonesia. Sejauh ini, masyarakat jauh dari rasa puas terhadap metode Belajar Dari Rumah yang sudah dilakukan saat menghabiskan sisa semester tahun ajaran sebelumnya.

Salah satu kekhawatiran utama adalah masyarakat merasa anak-anak tidak mendapat pendidikan yang baik. Jika selama pembelajaran tatap muka saja banyak siswa yang tertinggal atau belum sepenuhnya memahami ilmu pengetahuan yang diberikan guru di kelas, apalagi saat mereka harus belajar dari rumah. Alhasil, banyak orangtua yang cemas bagaimana nasib masa depan anak-anak mereka.

Salah Paham Arti Mengajar dan Mendidik

Kekhawatiran ini bisa jadi merupakan bentuk dari kesalahpahaman kita dalam membedakan dua kata berikut: mengajar dan mendidik. Kita sering menyebut guru atau dosen sebagai tenaga pendidik, dan jarang sekali mengatakan kedua profesi ini sebagai tenaga pengajar saja.

Padahal, mengajar dan mendidik itu dua hal yang berbeda.

Mengajar, secara literal menurut KBBI diartikan sebagai: memberi pelajaran/melatih

Sementara mendidik secara literal pula menurut KBBI artinya: memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Secara maknawi, mengajar adalah proses dimana seseorang (dalam hal ini adalah guru) memberikan segala pengetahuan yang dimiliki kepada muridnya.

Sedangkan mendidik adalah proses di mana seseorang memberikan segala pengetahuan pada orang lain tentang bagaimana cara menggunakan pengetahuan tersebut.

Dalam bahasa sederhananya: "mengajar itu memberikan ilmu materi sedangkan mendidik itu memberikan ilmu adab/sikap".

Masih bingung?

Saya beri contoh mudahnya: Kita bisa mengatakan bahwa monyet itu sudah diajari menari, bukan dididik menari. Karena monyet bukan makhluk berakal yang dapat mempergunakan tariannya untuk sebuah kebutuhan khusus. Monyet itu hanya menari karena dia disuruh tuan/pemiliknya.

Sedangkan kita, bisa dididik menari. Kita diajari menari dan dididik agar dapat menyikapi atau menggunakan tarian itu untuk sebuah kebutuhan khusus.

Karena belum bisa membedakan makna dua kata tersebut, sering terjadi kekeliruan yang berujung pada kesalahpahaman antara guru dan orangtua murid.

Bagi banyak orangtua, guru adalah pengajar sekaligus pendidik. Orangtua menyekolahkan anaknya dengan harapan anak mereka dapat diajari ilmu sekaligus dididik oleh para guru bagaimana cara menggunakan ilmu itu.

Pentingnya Peran Pokok Pendidikan di Lingkungan Keluarga

Memang tidak sepenuhnya salah. Pendidikan (di Indonesia), sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 3 bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 

Sebagai bentuk pengejawantahan amanat undang-undang Sisdiknas tersebut, sejak 2013 pemerintah menjadikan Pendidikan Karakter sebagai basis kurikulum pendidikan dasar-menengah.

Pendidikan Karakter, sebagaimana yang dimaksud pemerintah merujuk pada definisi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, yang memandang peranan besar dari Tripusat Pendidikan, yakni;

  • Pendidikan di lingkungan keluarga
  • Pendidikan di lingkungan perguruan/sekolah
  • Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan

Tripusat Pendidikan ini besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter seseorang. Masing-masing pusat pendidikan ini memiliki peran pokok yang harus ditunaikan dengan baik dan memerlukan kerja sama satu dengan yang lain agar pendidikan karakter bisa berlangsung seimbang dan maksimal sehingga bisa membentuk karakter anak yang baik pula.

Sayangnya, dalam proses penyelenggaraan pembelajaran banyak orangtua yang tidak menyadari pentingnya pendidikan di lingkungan keluarga. Sebagian besar orangtua membebankan sepenuhnya peran pendidikan di lingkungan keluarga ini kepada guru di sekolah.

Seharusnya, porsi terbesar dari pendidikan ini terletak pada lingkungan keluarga itu sendiri. Sedangkan guru di sekolah lebih mengutamakan proses mengajar.

Lingkungan keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbul peradaban manusia hingga kini, kehidupan dalam keluarga selalu mempengaruhi pertumbuhan budi pekerti atau karakter dari tiap-tiap individu di dalamnya. Sementara lingkungan perguruan merupakan pusat pendidikan yang khusus berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta pemberian ilmu pengetahuan (balai-wiyata).

Pengajaran dan pendidikan harus berjalan seimbang agar budi pekerti atau karakter siswa dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Bila siswa hanya diberi pengajaran saja, sementara ia tidak dididik untuk dapat menggunakan ilmu yang ia peroleh maka ia akan menggunakan ilmunya itu pada jalan yang salah dan merusak.

Begitu pula bila siswa hanya dididik saja tanpa mendapatkan pengajaran. Boleh jadi ia memiliki budi pekerti dan karakter yang baik, tapi ia tidak memiliki keahlian yang membuatnya dapat bertahan hidup dalam persaingan.

Pada masa pandemi di mana siswa dituntut untuk dapat belajar dari rumah, penting bagi orangua untuk kembali memaknai hakikat pendidikan karakter dan peran pokok keluarga di dalamnya. Dengan tidak dapat bertatap muka dan mengawasi langsung anak didik di sekolah, tanggung jawab guru saat ini terbatas pada mengajar saja.

Perguruan/sekolah untuk sementara hanya bisa memberikan ilmu. Sedangkan tanggung jawab mendidik siswa, itu sepenuhnya berada di tangan keluarga, dan lingkungan sebagai wadah bagi anak didik untuk beraktivitas dan beraktualisasi diri mengembangkan potensi dirinya.

Jika masing-masing pusat pendidikan ini menyadari peran pokok yang harus ditunaikan, masa depan anak-anak Indonesia bisa menjadi lebih baik. 

Generasi muda kita bisa menjadi orang yang tahu bahwa dirinya tahu. Yakni seseorang yang memiliki keseimbangan, ia memiliki ilmu dan tahu bagaimana harus menggunakannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun