Hidup dalam budaya Jawa atau adat ketimuran kadang merepotkan juga. Kebebasan menyampaikan pendapat yang benar dan jujur seringkali "terhalang" tembok tebal bernama "ewuh pakewuh" atau rasa sungkan dalam batas-batas norma hubungan antar individu dalam kelompok bermasyarakat.Â
Budaya ini merupakan cerminan budaya timur yang sangat menghargai orang lain dan tanpa bermaksud menjatuhkan apalagi mempermalukan orang lain yang juga didasarkan pada sistem kekerabatan yang erat.
Ceritanya begini. Kota Malang kan sedang menerapkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) bersama 2 daerah penyangga lainnya. Tapi, yang kulihat sehari-hari selama masa PSBB tersebut nyaris tiada beda dengan hari-hari biasa. Seolah tidak ada kekhawatiran masyarakat terhadap virus corona.
Ada warga yang peduli dengan selalu menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan. Tapi ada lebih banyak lagi warga yang bersikap seenaknya sendiri.
Seperti yang kujumpai di pasar burung dan pasar ikan hias Splendid beberapa hari lalu. Dalam aturan PSBB, semestinya pasar ini tidak diijinkan beroperasi karena bukan termasuk sektor usaha yang berkaitan langsung dengan kebutuhan pokok masyarakat.
Namun selama PSBB berlaku di Kota Malang, satu-satunya pasar burung dan ikan hias di Kota Malang ini tetap buka dan ramai pengunjung. Sudah begitu, banyak warga yang berjubel di kios-kios penjual ikan hias sama sekali tidak mengindahkan protokol kesehatan, baik itu penjual maupun pembelinya.
Banyak yang tidak memakai masker dan, karena kiosnya saling berdempetan di gang kecil, otomatis pengunjung pasar tidak bisa menjaga jarak. Untung saja hingga saat ini belum terdengar kabar ada penjual maupun pengunjung pasar yang positif corona.
Nah, situasi seperti inilah yang belakangan terjadi di banyak tempat di daerah-daerah lain, baik yang masih menerapkan PSBB maupun yang sudah bersiap transisi menuju "new normal". Dengan alasan "kebebasan individu", banyak warga yang enggan atau tidak disiplin mematuhi protokol kesehatan.
Karena yang tidak disiplin lebih banyak jumlahnya, warga yang lebih peduli akan kesehatan dirinya maupun orang lain disekitarnya jadi tidak berdaya untuk mengingatkan. Seolah mereka harus menanggung beban risiko terpapar virus corona demi "menghormati kebebasan" mereka yang tidak peduli.
Jangankan warga biasa, lha wong himbauan dari petugas yang berwenang mendisiplinkan masyarakat saja sering tidak dihiraukan.
Sudah begitu, jika pun ada yang berani "nekat" mengingatkan warga yang tidak disiplin tersebut, dia akan langsung menerima pandangan sinis, aneh, dan meremehkan. Memangnya kamu siapa sok peduli banget dengan urusan orang lain? Toh banyak warga lain yang juga tidak memakai masker dan menjaga jarak. Seperti itulah kira-kira situasinya.