"Siapa yang memiliki anak, hendaklah ia menjadi anak pula."
Kutipan di atas bukan berasal dari orang sembarangan. Nabi Muhammad SAW sendiri yang menyampaikannya dalam sebuah hadis yang berbunyi lengkap sebagai berikut:
"Siapa yang memiliki anak, hendaklah ia bermain bersamanya dan menjadi sepertinya. Siapa yang mengembirakan hati anaknya, maka ia bagaikan memerdekakan hamba sahaya. Siapa yang bergurau (bercanda) untuk menyenangkan hati anaknya, maka ia bagaikan menangis karena takut kepada Allah 'Azza wa Jalla" [HR Abu Daud dan At Tirmidzi].
Dunia anak adalah dunia permainan. Dengan bermain, anak-anak mengekspresikan diri dan gejolak jiwanya. Karena itu, bila kita ingin mengetahui gejolak serta kecenderungan jiwa anak sekaligus mengarahkannya ke hal yang positif, kenali jenis permainan mereka dan bermainlah bersama anak-anak kita.
Rasulullah SAW sendiri menganjurkan orangtua untuk dapat bermain bersama anak-anak. Tak hanya melalui hadis lisan, Rasulullah juga memberi teladan.
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan At Thabrani, sahabat Jabir r.a berkata, "Aku mengunjungi Rasulullah Saw yang waktu itu sedang berjalan merangkak ditunggangi oleh Hasan dan Husain Ra. Beliau mengatakan, 'Sebaik-baik unta adalah unta kalian, dan sebaik-baik penunggang adalah kalian berdua." .
Pentingnya Figur Orangtua Dalam Pola Asuh Digital Anak-anak
Seiring perkembangan jaman, jenis permainan anak-anak pun berubah. Â Tak ada lagi orangtua yang mau menjadi kuda atau onta, sementara anak-anak menungganginya. Baik orangtua maupun anak-anak jaman sekarang, lebih sibuk dengan gawai mereka masing-masing. Benar tidak?
Digital native, itulah sebutan untuk anak-anak kita. Anak-anak yang lahir dan tumbuh bersama dengan perangkat digital. Kian lekatnya anak-anak dengan gawai atau perangkat digital tak bisa lepas dari figur orangtua itu sendiri.
Banyak orangtua yang karena kesibukan pekerjaan mereka menyerahkan pendidikan dan pengasuhan anak dalam dekapan layar smartphone. Banyak orangtua yang tak tega mendengar rengekan anak, hingga kemudian berpasrah diri membiarkan anak-anak bermain dan menonton apapun yang bisa disediakan perangkat digital. Tak peduli apakah tontonan itu bisa menjadi tuntunan yang baik bagi anak-anak.
Figur orangtua seperti ini oleh peneliti sekaligus penulis buku Work Smarter With Media Social Alexandra Samuel disebut Enabler Digital. Mereka adalah orang tua yang membiarkan anak-anaknya memiliki banyak waktu layar dan akses ke perangkat digital.
Ada pula orangtua yang menggunakan tangan besi dalam pola asuh mereka terhadap penggunaan gawai oleh anak-anak. Tak boleh menonton YouTube, tak boleh bermain gim. Kalaupun boleh, waktunya juga seminimal mungkin.
Oleh Alexandra Samuel, figur orangtua seperti ini disebut Limiter Digital. Orangtua yang masuk dalam kelompok ini fokus pada meminimalkan penggunaan gawai dan teknologi digital pada anak-anak mereka.
Jadilah Figur Orangtua yang Mentor Digital
Bagaimanapun juga, teknologi digital adalah bagian integral dari kehidupan anak-anak dan remaja. Sebagai orang tua, kita tahu betapa mustahilnya memisahkan anak-anak dari penggunaan teknologi digital.
Apalagi ketika anak-anak harus menghabiskan banyak waktu mereka di rumah saja seperti sekarang ini. Saat sekolah diliburkan, tempat wisata dan taman bermain ditutup, apa yang harus dilakukan anak-anak selain bermain dengan gawai mereka?
Sudah banyak nasehat dan tips yang memberi saran berbagai jenis permainan tradisional atau permainan non gawai yang bisa dilakukan orangtua bersama anak-anak. Tapi saya yakin, sedikit sekali orangtua yang mau menuruti saran-saran seperti itu. Jujur saja, benar atau tidak?
Jangankan bermain bersama, di masa sulit sekarang ini orangtua lebih memikirkan pekerjaan mereka sendiri. Bagaimana supaya anak-anak dan keluarga mereka tetap terjamin penghidupannya.
Lantas, bagaimana seharusnya sikap atau figur orangtua terhadap penggunaan gawai oleh anak-anak?
Saya tak hendak memberi tips atau nasehat yang muluk-muluk. Sebaliknya, saya hanya ingin mengajak kita merenungi kembali hadis Rasulullah di atas:
"Siapa yang memiliki anak, hendaklah ia bermain bersamanya dan menjadi sepertinya."
Ya, alih-alih memberi kebebasan penuh atau melarangnya sama sekali, sebagai orangtua kita harus terjun langsung ke dunia permainan anak-anak. Ketahui jenis permainan yang disukai anak-anak kita, dan ikutlah bermain bersama mereka.
Ini pula yang disarankan oleh Alexandra Samuel, bahwa figur dan pola asuh yang paling sesuai untuk diterapkan dalam mendidik anak-anak di era digital adalah yang disebutnya Mentor Digital. Orang tua dengan pola asuh digital jenis ini berperan aktif dalam menyiapkan anak-anak mereka untuk dunia yang penuh dengan layar, bekerja aktif untuk membentuk keterampilan dan pengalaman online dari anak-anak mereka.
Di rumah, saya tak melarang anak bungsu saya yang senang bermain gim roblox. Saat dia bermain, saya mencoba untuk ikut tahu dan kadang juga bermain bersama.
Dengan bermain bersama, saya bisa mengarahkan aktivitas permainan itu menjadi sebuah pembelajaran dan aktivitas lain yang positif. Misalnya, dalam gim roblox ada fitur chatting bersama pemain lainnya. Karena mereka menggunakan bahasa Inggris, anak saya akhirnya jadi ikut belajar bahasa Inggris.
4 Pilar Sikap Orangtua Dalam Mengasuh Anak
Menerapkan pola asuh Mentor Digital ini juga harus diimbangi dengan 4 pilar sikap orangtua, yakni: Tega, Tegas, Konsisten dan Fleksibel.
Tega dulu, kemudian Tegas, lalu Konsiten dengan sikap kita sebagai orangtua, baru kemudian boleh menunjukkan sisi Fleksibilitas kita sebagai orangtua. Kalau sudah terlalu lama bermain, atau sudah waktunya salat, kita harus tega dan tegas menghentikan aktivitas bermain anak-anak.
Orangtua juga harus konsisten dengan aturan yang sudah mereka tetapkan. Saat anak-anak bebas dari gawai mereka, kita juga harus bisa melepaskan diri dari penggunaan gawai pribadi. Jangan sampai kita meminta anak tidak bermain gim atau menonton YouTube, sementara kita sendiri asyik menelusuri umpan berita di media sosial.
Sebagian besar orangtua salah dalam menerapkan urutan sikapnya. Mereka menaruh sisi fleksibelnya di urutan pertama karena terlalu memikirkan pendapat orang lain tentang dirinya. Takut dianggap orangtua jahat, tidak sayang anak, tidak memikirkan kepentingan anak, dan lain sebagainya yang mana pendapat-pendapat seperti itu tidak penting. Toh yang kita asuh anak kita sendiri, bukan anak orang lain.
Dengan menerapkan 4 pilar sikap pengasuhan diiringi dengan figur orangtua yang Mentor Digital, kita bisa menjadi orangtua yang disegani anak-anak kita sendiri. Kita dapat memberi pengaruh yang kuat dan dekat secara emosional dengan anak-anak kita. Pada akhirnya, kita dapat membimbing, mengarahkan bahkan mendidik anak-anak lewat permainan mereka karena permainan itu sendiri merupakan ilmu, seni dan pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H