Hari ini mestinya aku sudah mudik. Terbayang dalam benakku segenap keluarga besar yang tinggal di kampung halaman menyambut kedatanganku dengan kegembiraan yang tulus. Terbayang pula bagaimana cerianya wajah anak-anak saat saudara sepupu hingga keponakan luar dalam menyapa lalu mengajak bermain bersama.
Tapi aku sadar, apa yang kubayangkan itu hanya sekedar romansa mudik lebaran. Tahun ini, saat dunia dilanda pandemi, imajinasi romantis itu tak akan pernah menemui realitasnya.
#JanganMudikDulu, tagar ini seolah menghempaskan kerinduanku pada kampung halaman, membuatku berpijak kembali pada kenyataan. Dengan alasan menghentikan penyebaran virus corona ke daerah-daerah, pemerintah dengan segala ketidakonsistenan peraturan dan kebijakannya resmi melarang mudik lebaran.
Sengaja kukatakan ketidakkonsistenan, karena faktanya memang demikian. Meski melarang mudik, pemerintah masih mengijinkan moda transportasi umum beroperasi kembali.
Alhasil, lewat berita kita tahu berjubelnya warga di bandara Soekarno-Hatta. Dengan alasan tugas dan dinas, mereka bepergian naik pesawat lengkap dengan koper-koper besar seolah mau minggat.
Sedemikian rupa, pemerintah masih saja terus menghimbau warga untuk tidak mudik. Malah sampai para gubernur dan menteri-menteri kabinet pemerintahan Jokowi menyanyikan lagu "Enggak Mudik Tetap Asyik".
"Di tengah pandemi #COVID19 saat ini, #TidakMudik adalah pilihan terbaik untuk kebaikan kita bersama.. Enggak mudik, tetap asik...," tulis akun @KemnakerRI yang pertama kali mengunggah video musik tersebut.
Bagi sebagian orang (apalagi pejabat pemerintahan), mudah sekali mengucapkan "Enggak mudik tetap asik". Tapi bagi sebagian yang lain, terutama warga perantauan di kota-kota besar, kalimat tersebut justru menyakitkan.
Mudik itu bukan sekedar ritual pulang ke kampung halaman menjelang tibanya hari raya. Mudik itu bukan sekedar melepas rindu dengan sanak saudara di rumah. Mudik adalah sarana aktualisasi jiwa sosial setiap manusia.
Maka, tak perlu heran dan mengutuk habis-habisan kepada warga yang masih tetap nekat mudik di saat pemerintah melarang mudik lebaran. Jargon #JanganMudikDulu seolah ditanggapi  warga yang nekat mudik sebagai angin lalu. Di dengar telinga kiri, keluar begitu saja dari telinga kanan.