Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tunggulah Seseorang yang Bisa Membuat Cinta Itu Mudah

9 Januari 2020   10:56 Diperbarui: 9 Januari 2020   11:11 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi cinta itu mudah (gambar diolah dari Canva)

Pagi itu ketika aku sedang gundah oleh hal yang selalu terjadi berulang kali, dengan kebetulan sebuah kalimat mampir di penghujung mataku, ketika aku nyaris menutup halaman tersebut.

"Menikahi orang yang dicintai itu mudah. Mencintai orang yang sudah dinikahi itu perjuangan..."

Nasehat itu seperti menghantam kepalaku, membuatku tersadar akan kesalahan persepsi tentang cinta yang selama ini aku yakini.

Untuk waktu yang sangat lama, aku berasumsi bahwa hubungan terkuat adalah hubungan yang penuh konflik. Bagaimana tidak, konflik adalah fokus utama dari setiap komedi romantis yang kutonton, setiap novel roman yang kubaca, setiap acara TV yang kulihat, setiap kisah dramatis yang kusaksikan, hingga setiap bagian pemikiran kupelajari. Semuanya berpusat pada drama dan konflik.

Karena asumsi ini pula aku jadi meyakini bahwa jenis cinta yang pantas dimiliki itu adalah cinta yang kacau dan tidak konsisten. Aku seperti termakan omongan orang bahwa cinta tanpa konflik, tanpa pertengkaran bagai sayur tanpa garam. Rasanya hambar.

Semakin menderita seseorang karena cinta, kata orang itu tanda cintanya sejati. Seolah-olah cinta itu harus menjadi komplikasi utama dalam hidup.

Setelah menikah, kita selalu memandang konflik yang terjadi adalah bumbu penyedap hubungan. Kita seolah "dipaksa" untuk memaklumi setiap pertengkaran yang terjadi dan mencari pembenaran untuk setiap pertempuran dengan pasangan.

Lha, kalau demi cinta kita harus menderita, buat apa cinta harus diperjuangkan. Bukankah semestinya cinta itu mendatangkan kebahagiaan?

Nasehat dari buku itu menyadarkan diriku, bahwa cinta yang tepat itu harusnya tidak terpusat pada konflik. Cinta yang tepat itu terpusat pada harmoni. Bagaimana kita bisa saling memahami satu sama lain.

Rasanya seperti ketika kita bisa duduk berdua membaca buku terpisah dalam keheningan yang nyaman dan tenang. Rasanya seperti ketika bepergian bersama, lalu bercakap-cakap mengalir hingga menghilang dengan sendirinya seiring jarak yang terlewati.

Cinta yang tepat itu adalah cinta yang terasa mudah. Bukan menyulitkan hidup kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun