Di sela-sela rerintik air yang turun di kotaku sejak pagi tadi, hujan kembali mengirim pesan kepadaku.
"Aku tak pernah diturunkan untuk menjadi bencana. Aku hanyalah air yang turun dan terus mengalir ke bawah, menjadikan akar pepohonan sebagai pegangan, mencari jalan yang lapang untuk terus mengalir dan mencari muara di ujung perjalananku. Lalu tiba-tiba saja pegangan itu hilang. Pohon-pohon ditumbangkan, tumpukan sampah menghalangi jalanku dan muara itu tak kujumpai lagi. Pikirkanlah, bagaimana aku bisa terus mengalir? Jika kemudian aku menumpahkannya di tengah-tengah lingkunganmu, apakah lantas aku kau sebut sebagai bencana dan tidak lagi menjadi rahmat?"
Aku tak mampu menjawab. Hanya termenung memikirkan kebenaran yang kulihat di setiap pesan yang kudapat dari hujan.
Sebelum beranjak pergi, hujan menitipkan sebait pesan padaku.
Katanya "Sampai kapanpun aku adalah rahmat dari Tuhanmu. Tapi dirimulah yang membuat rahmat itu menghilang dan merubahnya menjadi bencana".