Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Yang Penting Sah, Bukan Sertifikasinya

19 November 2019   21:31 Diperbarui: 19 November 2019   21:48 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi akad nikah (sumber foto: thewedding.id)

Sepertinya ada yang keliru dengan pemahaman masyarakat juga niat pemerintah perihal sertifikasi perkawinan. Dari kabar simpang siur di media sosial, banyak masyarakat yang menganggap sertifikasi perkawinan ini hal yang baru, dan malah akan mempersulit pasangan yang hendak menikah.

Bimbingan Pranikah Sudah Ada Sejak Lama

Padahal program sertifikasi pernikahan ini sudah lama ada. Sejak dua tahun terakhir, pemerintah melalui Kementerian Agama telah memfasilitasi calon pasangan suami istri untuk mengikuti bimbingan pranikah. Bimbingan ini merupakan program revitalisasi dari kursus pranikah yang sudah diselenggarakan beberapa tahun sebelumnya.

Namun, program pembekalan bagi pasangan calon pengantin ini dianggap kurang efektif. Karena itu, Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menginginkan program ini dilaksanakan secara masiv dan hukumnya wajib bagi calon pasangan suami istri.

Muhadjir mengatakan, kebijakan tersebut harus diambil untuk meningkatkan kualitas keluarga Indonesia. Karena keluarga adalah bagian dari hulu pembangunan manusia Indonesia. Sementara itu masih banyak kasus yang terjadi di dalam keluarga.

"Apabila hal tersebut tidak ditangani dengan sungguh sungguh bisa menggagalkan upaya membangun generasi masa depan Indonesia yang unggul dan berdaya saing, sebagaimana visi bapak presiden Joko Widodo", kata Muhadjir.

Meskipun hukumnya wajib, sertifikasi pernikahan yang rencananya mulai berlaku mulai tahun 2020 ini akan dibuat fleksibel, tidak memberatkan calon pengantin tetapi efektif. Pola dan waktu penyelenggaraannya bisa dilakukan secara online maupun offline. Setelah mengikuti bimbingan ini, maka calon pengantin akan mendapatkan sertifikat keikutsertaan yang bisa digunakan untuk mengurus pernikahan mereka.

Kontroversi Sertifikasi Perkawinan

Yang jadi masalah dan memicu kontroversi adalah sifat program ini yang hendak diwajibkan bagi setiap calon pengantin. Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan program ini tidak dapat dijadikan sesuatu yang wajib hukumnya.

Menurut Ahmad, lebih baik pemerintah menjelaskan manfaat program tersebut dengan sejelas-jelasnya sehingga bisa mendorong masyarakat khususnya calon pengantin untuk mengikuti program bimbingan pranikah. Meski begitu, seandainya pemerintah tetap bersikukuh melaksanakan program ini, Komnas HAM memberi dua syarat:

Pertama, program sertifikasi perkawinan dilakukan sepanjang tidak memberatkan calon pengantin. Kedua, waktu pelaksanaan kelas pranikah harus disepakati bersama antara penyelenggara dengan calon pengantin.

Rencana sertifikasi pernikahan ini memang masih menyisakan banyak pertanyaan. Pertama tentu saja terkait waktu pelaksanaan bimbingan, sebagaimana yang disyaratkan oleh Komnas HAM.

Kapan seharusnya calon pengantin mengikuti bimbingan pranikah ini? Dua bulan, satu bulan, atau satu minggu sebelum mereka mengikat janji di depan penghulu?

Kepastian waktu pelaksanaan inilah yang seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kegaduhan dan persepsi yang bertolakbelakang.

Kapan sepasang calon pengantin menikah itu tidak bisa diprediksi. Memang ada yang sudah jauh-jauh hari merencanakan jadwal pernikahan mereka. Namun, tidak sedikit pula yang waktu akad nikahnya terkesan mendadak, dengan sebab-sebab tertentu. Benar kan?

Kedua adalah bentuk pelaksanaan bimbingannya. Menko PMK Muhadjir Effendy menjamin pola dan waktu penyelenggaraan kelas pranikah akan dibuat sefleksibel mungkin. Materi bimbingan bisa dipelajari secara online maupun offline.

Pertanyaan yang timbul adalah:

  • Jika dilaksanakan secara offline, di mana pelaksanaan bimbingan pranikahnya? Di rumah, di kantor KUA, atau di Balai Desa?
  • Jika dilaksanakan secara online, bagaimana tatalaksananya? Cukup mengunduh materinya saja, kemudian dipelajari sendiri di rumah? Kalau seperti ini, bukan bimbingan namanya.
  • Lalu, bagaimana dengan calon pasangan pengantin yang tidak memiliki akses internet?

Permasalahan dari Materi Bimbingan Pranikah

Ketiga adalah terkait dengan materi bimbingan. Menurut Muhadjir, bimbingan pranikah akan melibatkan institusi lintas sektor. Pemahaman yang perlu diberikan kepada calon pengantin bukan hanya soal keagamaan melainkan multiaspek mencakup perencanaan keluarga, kesehatan, ekonomi rumah tangga, hingga masalah berketurunan (reproduksi).

Menilik dari materi bimbingan, ini sama saja dengan mengambil alih tugas dan wewenang dari institusi yang bersangkutan. Misalnya materi tentang perencanaan keluarga, bukannya sudah menjadi kewajiban dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk menyosialisasikan program-program mereka? Begitu pula dengan masalah reproduksi, sudah ada departemen dari Kementerian Kesehatan yang menangani.

Keempat, dan ini yang terpenting, adakah jaminan bagi calon pasangan pengantin yang mengikuti bimbingan pranikah dan memperoleh sertifikat pernikahan ini bisa melaksanakan akad nikah di depan penghulu?

Saya kira ini bukan pertanyaan yang mudah dijawab oleh pemerintah. Sebagaimana pepatah "Sebelum janur kuning melengkung, apapun bisa terjadi."

Seandainya nih, setelah mendapat sertifikat pernikahan, pasangan calon pengantin itu mendadak putus hubungan. Apakah sertifikat itu masih berlaku apabila masing-masing calon pengantin itu hendak menikah dengan orang lain? Atau mereka harus mengikuti bimbingan pranikah lagi dari awal?

Sertifikasi Perkawinan Muncul Karena Program Pemerintah Kurang Sosialisasi

Rangkaian pertanyaan ini seyogyanya bisa menjadi pertimbangan bagi pemerintah sebelum mereka mengetok palu dan mewajibkan sertifikasi pernikahan. Lebih dari itu, pertanyaan-pertanyaan di atas juga menunjukkan kelemahan mendasar dari setiap program pemerintah: Sosialisasi yang kurang optimal.

Mengapa bimbingan pranikah dari Kementerian Agama yang sudah ada sejak dua tahun terakhir tidak berjalan efektif dan kurang diminati? Jawabannya mudah saja: Karena kurang sosialisasi. Tanyakan saja pada pasangan pengantin yang menikah dalam dua tahun terakhir, adakah mereka mengikuti kelas bimbingan pranikah?

Kemudian, bahan materi bimbingan pranikah seperti yang direncanakan Kemenko PMK sebenarnya sudah bisa disosialisasikan dengan baik apabila pemerintah memaksimalkan fungsi komunikasi dari masing-masing lembaga yang bertanggung jawab.

Misalnya tentang perencanaan keluarga, sejauh mana peran BKKBN menyosialisasikan hal ini? Cukupkah hanya melalui spanduk, banner atau iklan billboard di pinggir jalan?

Yang Penting Sah, Bukan Sertifikasinya

Mencetak Sumber Daya Manusia yang unggul, melalui keluarga yang unggul pula sebagaimana yang hendak dituju oleh Kemenko PMK tidak harus melalui sertifikasi perkawinan. Sebab dalam pernikahan, yang penting adalah "Sah"-nya, bukan sertifikasinya.

Setelah sepasang calon pengantin melalui prosesi pernikahan yang sah, barulah mereka bisa merencanakan program keluarga yang unggul. Akan menjadi percuma semua materi yang diberikan dalam bimbingan pranikah, jika kemudian pasangan calon pengantin itu gagal menuju pelaminan.

Sebaliknya, materi-materi itu akan lebih efektif diberikan setelah pernikahan mereka sah, baik secara agama maupun hukum negara. Karena janur kuning mereka sudah melengkung sehingga pasangan pengantin yang sudah sah ini akan bisa lebih fokus bagaimana mereka membangun keluarga yang unggul.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun