Dalam menulis tokoh yang dikagumi maupun yang dibencinya, tulisnya, Hart berhasil menjaga jarak untuk tidak terjebak dalam glorifikasi maupun demonisasi.
Dalam menyusun katalog 100 tokoh paling berpengaruh, Hart menempatkan para tokoh tersebut dalam susunan peringkat yang kontroversial, namun disertai dengan alasan yang logis dan bisa diterima para pembacanya. Berulangkali Hart menegaskan, bahwa yang dia urutkan adalah atas dasar pengaruhnya, bukan karena nama besarnya atau seberapa terkenal tokoh tersebut.
Jangan Biarkan Emosi Ikut Larut saat Menulis Profil
Yang kedua, Hart tidak membiarkan emosinya terlibat saat menggambarkan profil para tokoh dunia tersebut. Sekalipun Hart membencinya, muak dengan apa yang sudah diperbuatnya pada dunia, Hart tetap menuliskan profil tokoh tersebut sesuai dengan fakta yang ia dapatkan. Tidak ditambah, tidak juga dikurangi.
Hal ini bisa kita lihat pada ketika Hart menuliskan profil Adolf Hitler, Joseph Stalin atau beberapa diktator kejam lainnya.
Pada profil Hitler, Hart mengawalinya dengan kalimat berikut:Â
"Terus terang, saya mencantumkan Adolf Hitler dalam buku ini dengan perasaan muak. Pengaruhnya nyaris sepenuhnya bersifat jahat, dan saya tidak berselera menghormati seseorang yang arti penting peranannya dengan mengakibatkan kematian sekitar 35 juta orang. Namun, kita tidak bisa menghindari fakta bahwa Hitler memiliki pengaruh sangat besar terhadap kehidupan begitu banyak orang."
Sekalipun merasa muak dan tidak berselera menghormati Hitler, Hart tetap menginformasikan apa yang perlu diketahui pembacanya tentang Adolf Hitler. Baik kejahatannya, maupun "prestasinya" seperti yang dikatakan Hart,Â
"Bagaimana seorang asing (Hitler lahir di Austria, bukan Jerman) tanpa pengalaman politik, uang atau koneksi politik, dapat menjadi pemimpin salah satu kekuatan besar dunia dalam masa kurang dari 14 tahun."
Begitu pula saat Hart menulis dan menempatkan tokoh yang dikagumi, Yesus Kristus. Ketika Hart menempatkan Yesus di urutan ketiga dibawah Nabi Muhammad dan Isaac Newton, banyak pertanyaan yang mengiringi, mengapa Yesus tidak ditempatkan di urutan pertama mengingat banyaknya pemeluk ajaran agamanya.
Tapi Hart punya penjelasan yang logis dan obyektif. Hart menganggap Yesus hanya menyebarkan pengaruhnya sebagai seorang pemimpin etika dan spiritual, sementara teologi kekristenan diukir secara prinsipil oleh Santo Paulus. Berkebalikan dengan Nabi Muhammad yang menggenggam otoritas politik dan religius selama masa hidupnya.