Banyak yang tidak puas dan marah atas rencana kebijakan Pemerintah Nusa Tenggara Timur dan Kementrian Pariwisata yang hendak menjadikan kawasan Labuan Bajo (termasuk di dalamnya Taman Nasional Pulau Komodo) sebagai kawasan wisata premium. Sampai Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengatakan, Wisatawan Miskin Tak Boleh Datang ke NTT.
Secara etika komunikasi pejabat publik, apa yang dikatakan Gubernur NTT itu memang salah. Siapapun boleh datang ke Labuan Bajo, ke NTT atau ke destinasi wisata manapun yang ia inginkan. Selama ia mampu. Itu saja.
Masalah dia miskin atau tidak, darimana kita bisa menilainya? Tolok ukur wisatawan miskin itu dilihat dari apa? Sisi finansial?
Bagaimana bila ada tukang bangunan yang didatangkan kontraktor ke Labuan Bajo, kemudian di sela-sela waktu istirahatnya dia hendak menikmati keindahan alam di sana? Bukankah ketika itu dia sudah berstatus sebagai wisatawan?
Liburan Besar Butuh Biaya yang Besar Pula
Ketidakpuasan dan kemarahan banyak pihak itu sebenarnya datang dari kekecewaan tidak bisa datang berlibur menikmati keindahan alam Labuan Bajo. Butuh biaya yang besar, apalagi jika kita berangkatnya dari ujung barat Indonesia. Hitung saja sendiri berapa rupiah yang harus dikeluarkan hanya untuk biaya transportasinya.
Selain biaya yang besar, kita juga butuh waktu beberapa hari untuk bisa berlibur di sana. Tidak mungkin kita berangkat liburan hari Jumat kemudian sudah harus balik Minggu sorenya. Yah, paling tidak seminggu lah baru kita bisa puas menikmati liburan di sana.
Tapi apa benar liburan lama-lama itu bisa memuaskan? Apa benar liburan jauh-jauh itu menyenangkan hati?
Lebih baik menyalakan lilin daripada merutuki kegelapan. Lebih baik liburan tipis-tipis daripada hanya bisa membayangkan liburan besar-besaran yang mungkin tidak akan bisa terwujud.
Memangnya apa sih liburan tipis-tipis itu?
 Jalan-jalan ke Car Free Day, menikmati suasana ramainya alun-alun kota, berkunjung ke villa milik saudara, menikmati embung desa sebelah atau hutan yang sudah disulap jadi wisata kekinian, berkunjung ke museum. Itulah jenis liburan tipis-tipis.
Dalam versi Inggris, liburan tipis-tipis disebut Mini Trips, liburan singkat untuk menghabiskan waktu istirahat. Biasanya, mini trips ini sering dilakukan saat akhir pekan.
Apa keuntungan yang diperoleh dari liburan tipis-tipis? Banyak kok.
- Pertama, biaya yang harus dikeluarkan tidak besar. Kita tidak perlu beli tiket pesawat terbang, tidak perlu mencari penginapan. Mengingat sekarang lagi musimnya pengetatan ikat pinggang karena dunia perekonomian sedang diguncang isu resesi global, faktor ini yang menjadi pertimbangan utama.
- Kedua, kita tidak perlu mengajukan cuti ke atasan. Berbeda kalau kita berniat liburan ke Pulau Komodo atau Raja Ampat. Alasan apalagi yang harus kita kemukakan, sementara waktu cuti kita ternyata sudah terpakai semua?
- Ketiga, dan ini yang mengejutkan, liburan tipis-tipis ternyata menyehatkan jiwa.Â