Jika menulis itu aliran sungai, Kompasiana adalah perahu yang disediakan untuk mengarunginya. Setiap Kompasianer bisa menghias perahunya masing-masing dengan pernik kata dan gaya bahasa yang unik dan otentik.
Kemudian ada yang melepas tali jangkar perahu dengan cepat, lalu mendayung dengan penuh percaya diri. Ada pula yang ragu-ragu, tidak percaya diri dengan kekuatan perahu dan pernik hiasan yang ia gantungkan di sekelilingnya. Minder melihat perahu yang lain terlihat lebih cepat, lebih semarak dan lebih menarik.
Dalam mengarungi aliran sungai kata-kata ini, ada yang berhenti sejenak untuk melepas lelah, lalu kembali mendayung perahunya. Tak sedikit pula yang memutuskan untuk menambatkan perahu selamanya. Berhenti dan memilih menjalani kehidupan nyata.
Itulah Kompasiana, perahu yang sudah 11 tahun ini disediakan bagi kita. Dan selama 7 tahun saya ikut menaiki dan mendayung perahu Kompasiana, saya sadar ternyata saya tidak bisa menulis.
Saya tidak bisa membuat tulisan yang judulnya bombastis, tapi isinya kosong. Saya tidak bisa menulis sosok seseorang dengan nada tulisan yang terlalu menyanjung dan mengagungkan. Saya tidak bisa menulis opini kritikan dengan aura kebencian. Saya tidak bisa menulis artikel yang hanya mengejar jumlah viewer.
Saya juga tidak bisa menulis opini tanpa data. Saya tidak bisa menulis suatu pengetahuan tanpa ada referensi ilmiah. Saya tidak bisa mengabarkan berita tanpa ada kejadian yang faktual. Saya tidak bisa membuat artikel yang berandai-andai, yang tidak ada ujung pangkalnya.
Saya tidak bisa menulis seperti itu semua.
Saya hanya bisa menulis artikel yang bahasanya sederhana saja. Saya hanya bisa menulis tentang sesuatu yang sesuai minat. Saya hanya bisa menulis apa yang saya sukai, bukan sekedar apa yang ingin saya ketahui.
Terkadang, saya memberi judul yang fantastis, tapi saya selalu berusaha isi tulisannya seberharga judul artikelnya. Terkadang, saya juga menulis opini yang kontroversial, tapi saya bisa pastikan tidak ada nada, apalagi ujaran kebencian di dalamnya.
Dari ribuan artikel yang sudah saya tulis menemani perjalanan panjang Kompasiana, ada ratusan artikel yang menurut saya bukan karya tulis terbaik. Syukurlah, jejak digitalnya tidak terhapus, karena saya masih sering membacanya.