Sebelum tahun 2012, kampung yang terletak di salah satu kawasan industri kota Malang ini terkenal kumuh. Bila musim hujan tiba, banyak rumah di kampung Glintung yang terendam air. Namun kini Kampung Glintung berubah total. Tak ada lagi kesan kumuh. Di sekeliling kampung, yang terlihat adalah pemandangan hijau yang menyegarkan.
Setiap pekarangan rumah warga dihiasi berbagai macam tanaman. Bagi yang berada di gang sempit, atau tidak memiliki lahan yang cukup, warga menanamnya secara vertikal dengan teknik hidroponik.
Predikat sebagai salah satu kampung terkumuh di Kota Malang pun hilang. Masyarakat kota Malang, maupun penggiat lingkungan di tanah air hingga luar negeri kini mengenalnya sebagai Kampung Glintung Go Green (Kampung 3G).
Dari Kampung Kumuh menjadi Kampung Hijau Bebas BanjirÂ
Ini semua tak lepas dari inisiatif Ketua RW 23 Kelurahan Purwantoro, Ir. H. Bambang Irianto. Ketika itu, pemerintah Kota Malang sedang menggalakkan program penghijauan Malang Ijo Royo-royo. Alumnus Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini kemudian menggagas sebuah gerakan pemberdayaan kampung dengan melakukan program penghijauan lingkungan, yang kemudian diberi nama Glintung Go Green (3G).
Dalam pelaksanaannya, disepakati setiap rumah di Kampung Glintung wajib memiliki tanaman hijau sebagai syarat untuk memperoleh layanan administrasi kependudukan. Bagi mereka yang tidak mampu membeli tanaman, pihak RW menyediakan tanaman gratis dengan syarat penduduk bersangkutan harus merawatnya.
Menurut Bambang Irianto, Gerakan Menabung Air yang dilakukan warganya bukan berarti menabung air hujan dengan menampungnya di dalam tandon. Melainkan menyalurkan air hujan dan menyimpannya di dalam tanah melalui lubang biopori, sumur resapan maupun sumur yang menjadi aliran air hujan. Gerakan ini dilakukan warga secara bergotong royong. Setiap rumah di Kampung Glintung diwajibkan memiliki setidaknya satu lubang biopori.
Hasilnya, Kampung Glintung yang dulu sering jadi langganan banjir sekarang bebas banjir. Hal ini berkat adanya 7 sumur injeksi, 600 biopori ukuran standar dan 50 biopori ukuran super jumbo yang tersebar di sekeliling kampung. Hingga tahun 2019, Kampung Glintung menargetkan dibuatnya 1000 biopori. Melihat banyaknya biopori yang dibuat, Kampung Glintung dikenal pula sebagai Kampung Konservasi Air.
"Manfaatnya tidak hanya itu saja. Dengan menabung air dapat mengurangi risiko terjadinya banjir saat musim hujan. Pada lubang biopori juga dapat dimasukkan sampah basah, atau sampah organik sehingga nantinya akan menghasilkan kompos yang bisa dimanfaatkan warga juga," sambung Ketua RW ini.