Tulisan ini tidak saya maksudkan untuk memperkeruh suasana atau mengadu domba. Saya hanya melihat bahwa berita tentang tuntutan masyarakat Sorong dan Manokwari yang ingin Banser dibubarkan hendaknya bisa dijadikan cermin bagi Banser itu sendiri.
Kehebohan masalah konflik di Papua dan menyangkut pautkan dengan nama Banser, sebenarnya hanya bahasa satire netizen +62 atas berbagai kelakuan Banser di tanah air. Dengan slogan penjaga "NKRI" dan membanggakan bahwa mereka akan menjaga tanah air dari ancaman perpecahan dijadikan cermin oleh netizen dengan keadaan di Papua saat ini.
Seharusnya, jika NKRI itu mencakup wilayah Papua, maka mereka harus hadir di tengah masyarakat Papua sebagai ikon perdamaian yang mereka banggakan. Menjaga NKRI bukan berarti harus berhadapan dengan demonstran, apalagi berhadapan dengan OPM. Melainkan dengan memberi nilai dan etika kecintaan pada negara melalui aksi yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Papua. Jika ada aksi, maka akan ada respek pada Banser atas apa yang mereka banggakan.
Faktanya, slogan yang mereka gaungkan jauh dari kenyataan, kalau tidak boleh disebut omong kosong. Alih-alih hadir dan ikut menyejukkan suasana, beberapa oknum Banser malah menuduh pihak lain sebagai kambing hitam atas kerusuhan yang terjadi di Papua.
Siapa lagi kambing hitam itu kalau bukan FPI? Pegiat media sosial semacam Abu Janda atau Permadi Arya hingga Eko Kuntadhi dengan terang menuduh FPI sebagai biang kerok kerusuhan. Bahkan terkait tuntutan pembubaran Banser ini pun para oknum Buzzer ini masih sempat-sempatnya menuduh ada HTI di balik demonstrasi masyarakat Papua. Sangat jauh panggang dari api karena mahasiswa Papua di Kota Malang malah meminta perlindungan pada FPI setempat.
Baik FPI, HTI maupun Banser sendiri tidak ada sangkut pautnya dengan aksi kekerasan pada mahasiswa Papua yang berujung pada demonstrasi dan kerusuhan. Kambing hitamnya adalah akumulasi kekecewaan atas ketidakadilan yang dirasakan masyarakat Papua.
Melihat konflik Papua, tuntutan pembubaran Banser dan sentilan netizen hendaknya bisa kita jadikan pelajaran bahwa menjaga NKRI itu bukan dengan memusuhi saudara sendiri. Bukan dengan berlagak seperti aparat, meskipun tahu mereka tidak punya wewenang sebagai aparat.
Namun, sejukkan suasana dengan sebuah ucapan yang merangkul semua. Menjaga dan merawat NKRI tanpa ada diskriminasi tuduhan dan sebutan RADIKAL DAN HTI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H