"Apakah Anda bahagia?"
Demikian bunyi salah satu butir pertanyaan yang ada dalam sensus penduduk negara Bhutan. Wajar apabila rakyat Bhutan ditanya seperti itu karena masalah kebahagiaan rakyat adalah orientasi utama pemerintah dan masuk dalam pasal 9 konstitusi negara Bhutan.
Mungkin karena merasa sebagai negara yang bahagia, Bhutan ingin menularkan resep kebahagiaan mereka pada negara-negara lain di dunia.Â
Pada 2011, Perdana Menteri Bhutan mengajukan proposal ke Majelis Umum PBB untuk menetapkan Hari Kebahagiaan Internasional.Â
Proposal ini sontak menjadi perhatian dunia internasional dan memperdebatkan apakah kebahagiaan bisa menjadi metrik peringkat negara.
Toh pada akhirnya proposal Bhutan itu diterima oleh PBB. Pada 2012, Majelis Umum PBB menyatakan 20 Maret sebagai Hari Kebahagiaan Dunia dan mengakui "relevansi kebahagiaan dan kesejahteraan sebagai tujuan dan aspirasi universal dalam kehidupan manusia di seluruh dunia dan pentingnya pengakuan mereka dalam tujuan kebijakan publik ."
Sejak itu, PBB melalui Jaringan Solusi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Solutions Network) merilis World Happiness Report, sebagai laporan rujukan untuk menentukan negara mana yang masuk kategori bahagia.
Bagaimana dengan Indonesia? Apakah negara kita belum bahagia sehingga Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) sampai mengusulkan pembentukan Kementerian Kebahagiaan?
Menurut Bamsoet, apa saja yang nantinya dilakukan menteri kebahagiaan ia menyarankan agar Indonesia bisa meniru apa yang telah dilakukan lebih dulu UEA. Setelah adanya kementerian itu, menurutnya tingkat kebahagiaan UEA dalam level dunia terbukti meningkat.
"Kita kalau nggak salah masuk rating tertinggi juga yang bahagia," katanya.