Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

YouTube, Antara Jalur Prestasi dan Potensi Radikalisasi

14 Juni 2019   23:54 Diperbarui: 15 Juni 2019   17:35 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya, algoritma YouTube tidak memiliki preferensi bawaan untuk konten politik ekstrem. Beberapa karyawan YouTube - yang disamarkan namanya- mengatakan pada Bloomberg bahwa para pemimpin perusahaan terobsesi dengan peningkatan keterlibatan pengguna (engagement) selama tahun-tahun itu. Para eksekutif, kata orang-orang tersebut, jarang mempertimbangkan apakah algoritma YouTube memicu penyebaran konten politik yang ekstrem dan penuh kebencian.

Pada 2015, tim peneliti dari Google Brain, divisi kecerdasan buatan Google yang banyak dipuji, mulai membangun kembali sistem algoritma rekomendasi YouTube di sekitar jaringan saraf, sejenis kecerdasan buatan (A.I) yang meniru otak manusia.

Dalam wawancara tahun 2017 dengan Verge, seorang eksekutif YouTube mengatakan algoritma baru ini mampu menarik pengguna lebih dalam ke platform dengan mencari tahu "hubungan yang berdekatan" antara video yang tidak akan pernah diidentifikasi oleh manusia.

Algoritma baru ini bekerja dengan baik, tetapi tidak sempurna. Satu masalah adalah, A.I untuk algoritma ini cenderung menyudutkan pengguna ke relung tertentu, merekomendasikan video yang mirip dengan yang telah mereka tonton. Akhirnya, pengguna pun merasa bosan.

Para peneliti di Google Brain kemudian menguji algoritma baru yang menggabungkan tipe A.I. yang berbeda, yang disebut penguatan pembelajaran (Reinforcement Learning). A.I. yang baru ini - lebih dikenal dengan sebutan Reinforce -, seolah menjadi semacam mesin kecanduan jangka panjang.

A.I yang ditanam dalam algoritma rekomendasi YouTube ini dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan pengguna dari waktu ke waktu dengan memprediksi rekomendasi mana yang akan memperluas selera mereka dan membuat mereka menonton tidak hanya satu video lagi tetapi lebih banyak lagi.

Pemberian Reinforcement Learning pada algoritma rekomendasi YouTube dimaksudkan untuk membuat rekomendasi lebih akurat, dengan menetralkan bias sistem terhadap konten populer.

Dengan demikian, pengguna tak hanya disodorkan rekomendasi video dengan tema yang sama yang bisa membuat mereka bosan. Lebih dari itu, algoritma YouTube ingin mempromosikan jenis eksplorasi lintas-genre yang sama. Situasi seperti inilah yang tengah disorot para kritikus yang mengatakan YouTube berpotensi menyebarkan virus radikalisasi pada anak-anak muda.

YouTube bukannya tidak menyadari potensi radikalisasi dan ekstrimisme ini. Sejak terjadinya banyak aksi teror dan kekerasan - baik itu dilakukan individu maupun kelompok -- yang konon terinspirasi dari video-video di YouTube, para eksekutif YouTube menjanjikan "keamanan dan perlindungan maksimal".

Pada awal bulan Juni 2019, YouTube mengumumkan bahwa mereka memperbarui kebijakannya untuk melarang video yang mendukung neo-Nazisme, supremasi kulit putih dan pandangan fanatik lainnya. YouTube juga mengatakan sedang mengubah algoritma rekomendasinya untuk mengurangi penyebaran informasi yang keliru (hoaks) dan teori konspirasi.

Menjadikan YouTuber sebagai Jalur Prestasi, sudah tepatkah?
Di tengah banjir kritik terhadap konten dan potensi radikalisasi oleh YouTube, menjadikan YouTuber sebagai jalur prestasi untuk masuk ke perguruan tinggi harus dipertimbangkan dengan sangat matang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun