Sejak menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal pada tahun 2005, beliau semakin semangat untuk mengembangkan keilmuan hadist di Indonesia. Beliau sangat aktif dan gemar menulis, bahkan bisa dikatakan bahwa beliau adalah ulama yang sangat produktif dalam berkarya. Tak kurang ada sekitar 50 buku hasil karya beliau.
Beberapa karya beliau di bidang ilmu Hadist diantaranya; Imam Bukhari Dan Metodologi Kritik Dalam Ilmu Hadis (1991); Kritik Hadis (1995); Peran Ilmu Hadis Dalam Pembinaan Hukum Islam (1999); MM A'zam Pembela Eksistensi Hadis (2002); Hadis-Hadis Bermasalah (2003); dan Hadis-Hadis Palsu Seputar Ramadhan (2003).
Tak hanya buku-buku seputar ilmu hadist, KH. Ali Mustafa Yaqub juga banyak menghasilkan karya di bidang ilmu Fiqh dan Ilmu Dakwah. Diantara hasil karya beliau di bidang Fiqh adalah; Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat Dan Kosmetika Dalam Perspektif al-Qur'an Dan Hadis (2009); Nikah Beda Agama Dalam Perspektif al-Qur'an Dan Hadis (2005); dan Imam Perempuan (2006).Â
Sementara dalam bidang Dakwah meliputi: Nasihat Nabi Kepada Pembaca Dan Penghafal al-Qur'an (1990); Sejarah Dan Metode Dakwah Nabi (1997); Kerukunan Umat Dalam Perspektif al-Qur'an Dan Hadis (2000); Pengajian Ramadhan Kiai Duladi (2003); Toleransi Antar Umat Beragama (2008); Ada Bawal Kok Pilih Tiram (2008); dan 24 Menit Bersama Obama (2010).
Sebagian besar karya beliau ditulis dalam tiga bahasa: Indonesia, Arab dan Inggris. Bahkan sebelum wafat, beliau masih sempat menulis beberapa buku. Diantaranya adalah Islam is not Only for Muslim. Buku ini beliau tulis dengan bahasa Inggris. Selain itu beliau juga pernah menulis buku yang berjudul "Titik-Temu NU-Wahabi" yang juga beliau terjemahkan dengan bahasa arab dengan judul: "al-Wahabiyah wa Nahdlatul Ulama: Ittifaqun fi al-Ushul la Ikhtilaf".
Pesan KH. Ali Mustafa Yaqub: Jangan Mati Sebelum Menerbitkan Buku
Kecintaan KH. Ali Mustafa Yaqub dalam dunia tulis menulis ditularkan pada murid-muridnya. Beliau sering memberikan motivasi kepada para santri dengan adagium khas beliau: "Wa la tamutunna illa wa antum katibun"Â (jangan mati sebelum menerbitkan buku). Ungkapan ini menyitir sebuah ayat Al Quran, namun oleh beliau diganti bagian akhirnya untuk memotivasi orang berilmu agar mau menerbitkan buku.
Bagi beliau dakwah yang dilakukan melalui tulisan lebih banyak manfaatnya dari pada dakwah yang hanya dilakukan melalui lisan. Menurut beliau sebuah tulisan akan tetap kekal walaupun penulisnya sudah meninggal dunia (al-khattu yabqa zamanan fil ardhi wal katibul khatti tahta al-ardhi madfunun).
Pada 28 April 2016, umat Islam Indonesia kehilangan sosok ulama pecinta damai yang keilmuannya tentang hadist diakui dunia. Semasa masih hidup, beliau sering berkata pada para santrinya, "kun khadiman li rasulillah", (semoga dijadikan khadim/penjaga Rasulullah SAW). Semoga keinginan beliau ini Allah kabulkan, dengan menempatkan beliau bersama Rasulullah. Semoga Allah juga selalu memberikan kemudahan kepada seluruh murid dan santrinya untuk meneruskan perjuangan beliau.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H