Ada 5 alasan mengapa iklan aplikasi HAGO ini dinilai kontroversial dan memantik reaksi keras dari kalangan pendidik.
- Pertama, iklan ini menyebarluaskan permainan game online dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sosok guru, yang seharusnya bisa mengarahkan murid-muridnya untuk belajar di sekolah justru digambarkan ikut bermain game online di taman sekolah.
- Kedua, iklan ini melecehkan dan merendahkan martabat guru. Seorang guru, yang seharusnya memiliki kewibawaan di hadapan murid-muridnya, digambarkan harus tunduk dan patuh, terbungkuk-bungkuk layaknya seorang pelayan pada majikan.
- Guru yang seharusnya menjadi panutan bagi anak didiknya, di dalam iklan itu ditampilkan sebagai sosok yang mudah terpengaruh oleh game online. Padahal berdasarkan pandangan para pendidik dan orang tua, game online memiliki korelasi yang negatif terhadap konsentrasi para siswa.
- Iklan ini juga menampilkan pola hukuman dan sanksi bagi siswa yang sudah tidak relevan dengan perkembangan pendidikan masa kini. Selain itu, iklan aplikasi HAGO ini juga memperlihatkan bentuk diskriminasi hukuman terhadap siswa. Ada siswa yang dihukum berdiri di depan kelas, sementara siswa lain yang datang terlambat malah disambut bagaikan seorang tuan besar.
- Di luar materi konten iklan yang merendahkan martabat guru, iklan ini juga dinilai melecehkan profesi guru Sejarah. Pasalnya, materi pelajaran yang sekilas diperlihatkan dalam iklan tersebut tidak sesuai dengan kronologi pendidikan Sejarah bagi siswa kelas menengah atas (SMU) sebagaimana yang tertera dalam kurikulum pendidikan sejarah tahun 2013.
Masalah game online memang masih menjadi polemik yang kontroversial di kalangan pendidik. Wacana untuk memasukkan e-sport dalam kurikulum, sebagaimana yang pernah dilontarkan Menpora beberapa waktu lalu juga ditentang banyak pihak.
E-sport, khususnya game online dinilai tidak sejalan dengan maksud dan tujuan pendidikan karakter yang menjadi pondasi kurikulum pendidikan di Indonesia.
Bahkan di banyak negara maju sekalipun, e-sport belum diijinkan untuk masuk dalam kurikulum pendidikan mereka, baik di tingkat menengah atas maupun tingkat pendidikan dasar.
Iklan aplikasi HAGO, yang malah mempromosikan permainan game online tidak seharusnya ditayangkan di televisi.
Apalagi iklan ini tayang pada di bulan Ramadan, pada waktu sahur di mana anak-anak pada saat itu mungkin banyak yang menonton televisi. Waktu sahur yang seharusnya dimanfaatkan untuk menanamkan nilai-nilai agama dan pendidikan moral bagi anak-anak malah disusupi dengan iklan yang sangat tidak mendidik.
Adanya iklan aplikasi HAGO yang permisif terhadap permainan game online dilakukan di sekolah dikhawatirkan bisa mempengaruhi pola pikir anak-anak sekolah. Bahwa game online sekarang ini tidak lagi dilarang. Bahwa guru di sekolah pun juga ikut bermain game online.
Hal ini jelas sangat membahayakan kelangsungan pendidikan karakter dalam kurikulim pendidikan nasional kita. Seiring dengan banyaknya kasus-kasus tindak asusila yang dilakukan siswa, baik terhadap guru maupun teman sekolahnya, iklan aplikasi HAGO ini sangat patut untuk dilarang penayangannya.
***
Sebagai tambahan usai artikel ini dimuat, HAGO memberikan tanggapan resmi yang saya terima melalui email pada Selasa (14/5). Berikut tanggapan resmi HAGO yang disampaikan Cyra Capanzana, HAGO Business Development Director fo SEA:
"Kami mendengar serta berterima kasih atas tanggapan masyarakat dan kami meminta maaf. Tidak ada niat dari kami beserta tim untuk menggambarkan suatu profesi dengan tidak sepantasnya. Konten terkait sudah kami hapus dari seluruh kanal resmi kami dan kami akan melakukan evaluasi proses internal sehingga hal tersebut tidak terjadi lagi di masa mendatang".