Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menata Ulang Pendidikan Karakter bagi Generasi Digital

2 Mei 2019   23:35 Diperbarui: 2 Mei 2019   23:40 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Lebih lanjut, Ki Hajar Dewantara juga menegaskan bahwa pendidikan itu suatu tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Ini berarti bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan atau kehendak para pendidik.  Sebagai makhluk, sebagai manusia, anak hendaklah tumbuh dan berkembang menurut kodratnya sendiri.

Dalam mengejawantahkan definisi pendidikan ini, Ki Hajar Dewantara memandang peranan besar dari Tripusat Pendidikan. Yaitu;

  1. Pendidikan di lingkungan keluarga.
  2. Pendidikan di lingkungan perguruan/sekolah.
  3. Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan. 

Tripusat Pendidikan ini besar pengaruhnya terhadap pembentukan karakter seseorang. Masing-masing pusat pendidikan ini memiliki peran pokok yang harus ditunaikan dengan baik dan memerlukan kerja sama satu dengan yang lain agar pendidikan karakter bisa berlangsung seimbang dan maksimal sehingga bisa membentuk karakter anak yang baik pula.

Lingkungan keluarga adalah pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbul peradaban manusia hingga kini, kehidupan dalam keluarga selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti atau karakter dari tiap-tiap individu di dalamnya.

Lingkungan perguruan merupakan pusat pendidikan yang khusus berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) serta pemberian ilmu pengetahuan (balai-wiyata). Sedangkan lingkungan kemasyarakatan merupakan wadah bagi anak didik untuk beraktivitas dan beraktualisasi diri mengembangkan potensi dirinya.

Dalam pelaksanaannya, Ki Hadjar Dewantara menggunakan "Sistem Among" sebagai perwujudan konsepsi beliau dalam menempatkan anak sebagai sentral proses pendidikan. Melalui Sistem Among, maka setiap pamong di masing-masing pusat pendidikan yang berperan sebagai pemimpin dalam proses pendidikannya diwajibkan bersikap: 

  • Ing ngarsa sung tuladha (pendidik adalah orang yang lebih  berpengetahuan dan berpengalaman, hendaknya mampu menjadi contoh yang baik atau dapat dijadikan sebagai "central figure" bagi siswa).
  • Ing madya mangun karsa (pendidik sebagai pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan minat, hasrat dan kemauan anak didik untuk dapat kreatif dan berkarya, guna mengabdikan diri kepada cita-cita yang luhur dan ideal). 
  • Tutwuri handayani (pendidik mengikuti dari belakang dengan penuh perhatian dan tanggung jawab dalam memberi kebebasan, kesempatan dengan perhatian dan bimbingan yang memungkinkan anak didik atas inisiatif sendiri dan pengalaman sendiri, supaya mereka berkembang menurut garis kodrat pribadinya. (MLPTS, 1992).

Konsep dan cara pendidikan menurut pandangan Ki Hadjar Dewantara inilah yang patut kita jadikan sebagai tolok ukur dan acuan dalam menata ulang pengembangan pendidikan karakter. Alih-alih bersifat kemampuan kognitif berupa latihan skolastik yang mengharuskan anak-anak untuk mengenal dan menghafal, yang diperlukan generasi digital saat ini adalah sebuah keteladanan dan contoh moral.

Jika para pendidik sadar bahwa keteladanan adalah upaya nyata dalam membentuk anak bangsa yang berkarakter, kita semua tentu akan terus mengedepankan keteladanan dalam segala perkataan dan perbuatan. Sebab dengan keteladanan itu maka karakter religius, jujur, toleran, disiplin, kerja keras, cinta damai, peduli sosial, dan karakter lain tentu akan berkembang dengan baik.

Corak pendidikan ini juga harus bersifat nasional. Artinya secara nasional pendidikan harus memiliki corak yang sama tanpa harus mengabaikan budaya lokal. Prinsip ke-bhinneka-an tetap harus dijaga, tapi corak pendidikannya harus memiliki kesamaan dalam mengembangkan karakter anak bangsa.

Daftar Pustaka:

Ki Suratman. Pokok-pokok Ketamansiswaan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa. 1987.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun