Buku itu gagal total secara komersial. Tidak ada yang mau membaca, apalagi membelinya. Dalam kata-kata penulis sendiri, "Itu pada dasarnya menghancurkan karier saya sebagai seorang novelis pada saat itu."
Tapi dia tidak putus asa. Dia bertekad untuk terus menulis demi mengasah keterampilan menulisnya. Cobaan demi cobaan menerpa jalan hidupnya. Satu kali dia mendapatkan pekerjaan menulis naskah di stasiun televisi CBS. Sayangnya, acara yang sudah dia tuliskan naskahnya itu dibatalkan.
Kemudian dia mendapatkan kesempatan menulis naskah untuk serial televisi ABC, tapi lagi-lagi dibatalkan penayangannya. Pada tahun 1991, setelah hampir satu dekade terombang-ambing dihempas berbagai kegagalan, dia memutuskan untuk mulai menulis fiksi lagi.
Momen yang ditunggu itu akhirnya datang juga. Dua juta kata kemudian, George R.R. Martin menjadi terkenal sebagai salah satu novelis dunia terlaris. Namanya disejajarkan dengan JK. Rowling dan J.R.R. Tolkien yang sama-sama menulis novel laris bergenre fantasi.
George R.R Martin adalah penulis dari serial fantasi A Song of Ice and Fire. Buku pertama dalam seri ini, A Game of Thrones, juga telah diadaptasi menjadi serial televisi blockbuster di HBO. Nama George R.R. Martin kian menjulang manakala di musim pertamanya A Game of Thrones dinominasikan dalam 13 kategori di Emmy Award. Hingga saat ini, lima dari 7 buku serial fantasi yang epik ini sudah terjual lebih dari 25 juta kopi.
Ada beberapa penulis lain yang mungkin telah meraih kesuksesan lebih besar dari George Martin. Tapi yang membuat Martin istimewa adalah bukan tentang seberapa bagus buku-bukunya, tetapi bagaimana, atau lebih tepatnya dengan cara apa dia menuliskan karya terlarisnya itu.
***
Dari kelima seri buku yang sudah dicetak dan dijual, secara total George Martin sudah menulis hampir 2 juta kata.
- Buku  1: A Game of Thrones -- 298,000 kata
- Buku 2: A Clash of Kings -- 326,000 kata
- Buku 3: A Storm of Swords -- 424,000 kata
- Buku 4: A Feast for Crows -- 300,000 kata
- Buku 5: A Dance with Dragons -- 422,000 kata
Totalnya 1,770,000 kata. Tidak percaya? Coba hitung sendiri jumlah kata di buku-buku tersebut dalam versi bahasa aslinya. Jika ditambahkan buku ke-6 dan ke-7 mungkin sudah melebihi 2 juta kata.
Sekali lagi, bukan kualitas atau kuantitas kata yang membuat George Martin istimewa, melainkan dengan apa dia menulisnya. Kelima seri buku yang pertama tersebut ditulis Martin dengan sebuah program yang saat ini mungkin terdengar aneh dan tidak lagi dikenal orang; Wordstar.
Bagi generasi tahun '80 dan '90-an, tentu masih ingat bagaimana tampilan layar dari program Wordstar bukan? Seperti ini:
Tapi bagi Martin, Wordstar-lah yang menjadi penolongnya hingga ia bisa meraih kesuksesan seperti ini.