***
Bu Indri......
Rayhan menepis pikirannya sendiri. Bu Indri? Bu Indri yang cantik, anggun dan kalem itu? Tidak mungkin dia yang mengirim puisi-puisi itu kepadanya. Dia tidak begitu akrab dengan Bu Indri. Kenal pun hanya sebatas hubungan kerja saja. Rayhan berpikir spekulasi dan khayalannya sudah terlalu jauh.
Di satu sisi, Rayhan harus mengakui ada beberapa fakta yang cocok dengan dugaan terbarunya ini. Bu Indri pernah masuk ke ruang kerjanya, dan terbiasa masuk ke ruang IT. Bu Indri ada di musholla saat Rayhan menerima kertas puisi yang kedua. Dan pagi ini, Bu Indri memakai rok lebar dengan jilbab berwarna terang.
Sama seperti ketika dia menduga Tessa yang mengirim kertas-kertas puisi, Rayhan tidak berani bertanya langsung pada Bu Indri. Petunjuk yang dia miliki belum bisa dijadikan bukti.
Rayhan mendesah. Urusan puisi misterius ini membuat kepalanya pusing. Dia tidak ingin gara-gara memikirkan puisi misterius ini ritme kerjanya terganggu.
Telpon di meja Rayhan berbunyi. Diangkatnya gagang telpon.
"Rayhan."
"Pak Ray, ini Mita," kata suara di seberang sana.
"Ada apa Mit?"