"Coba baca nih Gus," kata Joko mengangsurkan smartphone miliknya pada Agus.Â
Di layar gawai, terbaca berita tentang pidato seorang tokoh politik nasional yang merasa sedih perihal anak-anak muda yang setelah lulus sekolah ternyata hanya bisa menjadi sopir ojek online. Agus membacanya dengan cepat, lalu dikembalikannya smartphone Joko.
"Memangnya kenapa?" tanya Agus. Diambilnya gelas berisi kopi yang sudah dingin di depannya. Diseruputnya perlahan, hingga menyisakan ampas kopi yang hitam gelap di dasar gelas.
Sudah hampir dua jam dirinya bersama Joko menunggu pesanan penumpang di sebuah warung pinggir Mall terbesar di kota mereka. Dua jam yang penuh kesiaan, pikir Agus. Tak ada satu pun notifikasi pesanan yang masuk di gawai mereka berdua. Tahu begitu, lebih baik dirinya berkendara keliling kota. Siapa tahu di tengah jalan ada pesanan yang masuk.
"Harusnya si Prastowo itu kan gak perlu ngomong begitu Gus. Omongannya itu sama saja dengan menghina profesi kita. Memangnya menjadi sopir Ojol itu pekerjaan yang rendah? Gak kan? Daripada ngemis atau malah jadi pencuri?" kata Joko mendengus kesal. Bara api rokok di tangannya sudah hampir menyentuh pangkalnya. Dengan sekali sentak, puntung rokok yang masih membara itu meluncur deras ke bak sampah di samping warung.
"Menghinanya di bagian mana sih? Tanya Agus.
"Kamu itu gimana sih Gus. Coba baca lagi nih beritanya," kata Joko. Matanya mendelik memandang teman di sebelahnya.
"Sudah kubaca tadi Jok. Dan aku gak ngelihat capres yang satu itu menghina profesi kita," kata Agus pelan. Dirinya tahu, si Joko ini lagi sensi. Seperti...apa yang dibilang orang-orang itu? Ah ya, sumbu pendek.
Belakangan setoran ojek mereka menurun drastis. Dulu, mereka hampir tak ada waktu untuk duduk santai di warung berjam-jam lamanya menunggu penumpang. Hampir setiap jam paling tidak ada 3 orderan yang masuk. Dalam sehari, mereka bisa mengantongi uang sisa setoran dengan berlebih.
Itu dulu, sebelum pengemudi ojek online membludak. Sekarang, dapat satu-dua penumpang saja mereka bersyukur. Paling tidak, ada yang disetorkan ke mitra online mereka.
"Omongannya itu lho Gus. Kayak ojek online itu profesi yang rendahan banget. Masih syukur pemerintah yang sekarang bisa menyediakan lapangan kerja, meski hanya jadi ojek online. Daripada kita menganggur, ijazah kita gak berguna. Benar 'kan?"