Grasi, Amnesti, Abolisi  dan Rehabilitasi. Ini adalah istilah hukum yang pernah kita pelajari di bangku sekolah. Bagi orang awam, ketidakpahaman tentang istilah-istilah semacam ini bisa dimaklumi. Tapi jika seorang pejabat, apalagi sekelas Presiden sampai terpeleset dan tidak bisa membedakan pengertian Grasi dan Amnesti, sepertinya orang-orang dibelakangnya harus ada yang disentil.
Presiden Jokowi menanggapi desakan berbagai pihak terkait kasus yang menimpa Baiq Nuril. Jokowi mendorong Baiq Nuril Maknun mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Namun jika di tingkat PK masih belum memperoleh keadilan, Jokowi menyarankan untuk mengajukan grasi.
"Namun, dalam mencari keadilan Ibu Baiq Nuril masih bisa mengajukan upaya hukum, yaitu PK. Kita berharap nantinya melalui PK, Mahkamah Agung dapat memberikan keputusan yang seadil-adilnya. Saya sangat mendukung Ibu Baiq Nuril mencari keadilan," ujar Jokowi di Pasar Induk Sidoharjo, Lamongan Jawa Timur, Senin (19/11/2018) seperti dikutip dari detik.com.
Jokowi mengatakan dirinya tak bisa mengintervensi kasus tersebut. Namun, sebagai presiden dia bisa turun tangan apabila PK yang diajukan Baiq Nuril ditolak oleh Mahkamah Agung.
"Seandainya nanti PK-nya masih belum mendapat keadilan, bisa mengajukan grasi ke Presiden. Memang tahapannya seperti itu. Kalau sudah mengajukan grasi, nah nanti itu bagian saya," lanjut Jokowi.
Menanggapi pernyataan Jokowi tersebut, Koalisi Save Ibu Nuril mengatakan Jokowi salah paham dan tidak bisa membedakan pengertian grasi dan amnesti. Sebelumnya, Koalisi Save Ibu Nuril ada Senin (19/11/2018), Koalisi Save Ibu Baiq Nuril berkunjung ke Kantor Staf Presiden dan memberikan surat kepada Presiden Jokowi. Surat tersebut berisi permintaan pemberian amnesti oleh Presiden kepada Nuril.
"Kami (Institut for Criminal Justice Forum/ICJR) meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan amnesti kepada Ibu Nuril. Tapi sepertinya ada salah paham dari Presiden soal perbedaan amnesti dan grasi. Jatuhnya jadi tidak sesuai dengan apa yang kami minta," kata penggagas Koalisi, Erasmus Napitupulu kepada Kompas.com, Selasa (20/11/2018).
Dalam UUD 1945 pasal 14 disebutkan bahwa presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Setelah dilakukan perubahan/amandemen, pasal ini diperjelas menjadi dua ayat:
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat
Â