Pertanyaan itu seolah tidak hanya ditujukan pada pasangan yang sedang bermasalah, melainkan juga kepada kami semua yang turut hadir.
Sekali, dua kali, atau jangan-jangan malah belum pernah? Buku nikah seolah hanya semacam sertifikat legalitas pernikahan saja. Isinya apa saja, bisa jadi sebagian besar masyarakat, terutama pasangan muslim, tidak banyak yang tahu.
Begitu selesai akad nikah, Buku Nikah disimpan rapi. Dibuka hanya ketika hendak difotokopi, saat kita sedang mengurus administrasi kependudukan, atau saat sedang mencari kreditan.
Padahal, dengan membaca isi buku nikah, kita akan mengerti bahwa buku ini lebih dari sekadar sertifikat legalitas pernikahan. Di dalamnya, ada pengingat, nasihat, dan do'a kebajikan dalam upaya membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rohmah.
Melihat isi buku nikah yang harus diakui sangat bermanfaat bagi pasangan suami-istri tersebut, wajar jika kemudian muncul suara penolakan terkait rencana Kementerian Agama mencetak kartu nikah sebagai pengganti buku nikah. Ada kekhawatiran jika nanti, diluar salinan akta nikah, halaman yang berisi nasihat pernikahan, hak dan kewajiban suami, sighat taklik, serta do'a kebaikan akan hilang.
Terkait kabar yang beredar tersebut, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan keberadaan kartu nikah yang baru diluncurkan tidak akan menghapus buku nikah.
"Bukan pengganti buku nikah," kata Lukman di Jakarta, Senin (12/11).
Menag menyatakan, keberadaan kartu nikah adalah inovasi logis untuk pencatatan kependudukan sipil. Kartu nikah ini terintegrasi dengan Sistem Informasi Manajemen Nikah berbasis website (Simkah).
"Simkah ini pencatatannya terintegrasi dengan nama pemilik Simkah. Ini nanti dipadukan data dukcapil. Setiap data warga kita terintegrasi dengan baik," kata dia, dikutip dari Antara.
Kartu nikah tersebut, kata dia, akan memudahkan pengenalan identitas riwayat pernikahan dengan segera.