Kejahatan korupsi merupakan permasalahan besar yang mendapat perhatian sangat serius dari pemerintah Indonesia. Berbagai upaya dan kerja keras dilakukan pemerintah untuk menekan seminim mungkin tingkat terjadinya tindak kejahatan korupsi. Kerja keras dari pemerintah dalam memerangi korupsi tentunya tidak akan berhasil baik jika tidak ada kerjasama nyata dari masyarakat.
Untuk itu, pemerintah menerbitkan aturan baru untuk memperkuat upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2018, masyarakat yang melaporkan kasus korupsi akan memperoleh hadiah dari pemerintah sebesar Rp. 200 juta. Pemerintah tentunya berharap dengan pemberian hadiah sebesar Rp. 200 juta, semakin banyak masyarakat yang melaporkan tindak pidana korupsi. Â
Kebijakan pemerintah yang menerbitkan aturan baru pemberian kompensasi kepada pelapor korupsi memang patut diapresiasi. Sayangnya, pemerintah terkesan hanya memberi rangsangan hadiah saja. Sementara aspek perlindungan bagi pelapor korupsi tidak banyak diberitakan.
Padahal, justru aspek perlindungan dan keselamatan pelapor inilah yang seharusnya menjadi perhatian tersendiri bagi pemerintah, khususnya lembaga penegak hukum dan lembaga terkait lainnya. Meski sudah diiming-imingi imbalan besar untuk melaporkan tindak pidana korupsi, masyarakat tentu juga memikirkan bagaimana cara pemerintah melindungi pelapor dan keluarganya dari ancaman pihak-pihak tertentu.
Memang, pemerintah sendiri sudah menjamin hak untuk memperoleh perlindungan hukum bagi setiap masyarakat yang melaporkan korupsi. Sebagaimana yang tercantum dalam PP nomor 43 tahun 2018 pasal 12. Hanya saja, informasi mengenai hak perlindungan hukum ini tidak diinformasikan secara luas dan massiv, sebagaimana pemerintah menginformasikan pemberian hadiahnya.
Dalam PP no 43 tahun 2018 pasal 12 ayat 4, pemberian hak perlindungan hukum dilakukan oleh penegak hukum yang dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Disinilah LPSK bisa mengambil peran sentral. Untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah tersebut, LPSK harus berupaya menjemput bola dengan menginformasikan bagaimana setiap pelapor korupsi, baik itu sebagai saksi atau korban bisa memperoleh hak perlindungan hukum mereka.
Seorang pelapor bisa berstatus sebagai saksi. Karena atas dasar laporannya itulah penegak hukum bisa menindaklanjuti sebuah kasus korupsi. LPSK sendiri memang tidak memegang peranan dalam sebuah proses peradilan.
Namun, kehadiran LPSK sebagai lembaga perlindungan saksi dan korban yang kredibel dan berintegritas sangat diperlukan. Peranan saksi (dan juga korban) sangatlah penting dalam rangka untuk melahirkan sebuah keputusan yang adil dan obyektif. Untuk itulah perlindungan terhadap saksi dan korban menjadi sangat penting pula.
LPSK merupakan lembaga yang dibentuk sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kehadiran UU ini  memberikan harapan bahwa kesaksian yang diberikan berlandaskan rasa aman dan nyaman.
Perlindungan terhadap saksi dan korban diberikan berdasarkan beberapa asas seperti yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yaitu:
1. Penghargaan atas harkat dan martabat