Suara takbir menggema. Esok, Ramadan sudah berlalu. Bulan yang 'dicemburui' 11 bulan Hijriah lainnya, karena banyaknya keistimewaan dan hak privilige yang dimiliki bulan ini.Â
Ah, sepertinya bulan-bulan lain tidak cemburu lagi. Malah bulan lain prihatin pada Ramadan. Sebab, di zona Ramadan, justru umat Islam aktif berbuat boros, berbuat berlebih-lebihan dan lebih suka i'tikaf di pusat perbelanjaan. Bulan-bulan yang lain sedih, karena umat Islam justru banyak yang menyia-siakan kedatangan Ramadan.
Misi, resolusi dan target Ramadan yang kabarnya untuk menaklukkan hati dan nafsu, itu pun tak terjadi. Memercantik fisik lebih utama ketimbang membusanakan hati dan seluruh jiwa. Belum lagi 'kemunafikan' justru kerap terjadi di ajang mudik. Â Pertunjukan materi kerap dipertontonkan. Enggan disebut sebagai perantau gagal, sebagian dari kita menyewa mobil dan mengakuinya sebagai mobil pribadi. Itu faktanya.
Ramadan sepertinya tidak lagi kita rindukan. Ramadan hanya kita inginkan sebatas bulan yang semarak dengan tayangan hedonis di sekeliling kita. Buka bersama di Mall dan food court, menyisakan berapa banyak makanan yang mubadzir. Tayangan televisi yang lebih asyik kita tonton daripada i'tikaf mendekatkan diri pada Ilahi. Berlembur ria mencari bekal untuk hari raya, daripada mendirikan qiyamul lail.
Di akhir Ramadan ini, benarkah kita merindukannya untuk datang kembali? Masihkah kita menginginkannya untuk berjumpa lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H