Belakangan ini di kalangan pecinta kopi beredar adagium "Kopi itu digiling, bukan digunting". Kopi yang digiling jelas merujuk pada minuman kopi yang dibuat dari biji kopi yang disangrai, digiling (grinder) kemudian diseduh. Sementara kopi yang digunting merujuk pada minuman kopi instan, yang harus menggunting bungkusnya dahulu sebelum langsung diseduh.
Pada dasarnya, kopi instan sekarang ini memang tidak terbuat dari 100% kopi murni. Kalau kita perhatikan komposisi kopi instan, kandungan kopinya tidak ada yang mencapai 25% dari total bahan, malah ada yang cuma 14% saja. Sisanya adalah zat tambahan atau perasa kopi. Apalagi kopi instan dengan berbagai macam aroma dan rasa, hampir bisa dipastikan 99% komposisi bahannya bukan kopi murni.Â
Saya pernah melihat komposisi sebuah merek kopi instan yang iklannya dibintangi penyanyi muda terkenal, komposisinya adalah gula, krimer nabati,perasa vanila,bubuk kakao,dan kopi instan. Aneh kan?
Dalam sejarahnya, kopi instan hadir untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan kopi yang siap diminum, tanpa harus repot menyangrai dan menggiling biji kopi terlebih dahulu. Terlebih pada periode kemunculannya, harga biji kopi melambung karena inflasi.Â
Karena itu banyak yang mencoba berkreasi menciptakan kopi dengan harga murah, tanpa harus mengorbankan kandungan kopinya. Misalnya dengan memecah biji kopi yang sudah disangrai dalam bentuk granula dan kemudian dikeringkan dan dikemas dalam kemasan vakum.
Namun dalam perkembangannya, terjadi pergeseran komposisi bahan dari kopi instan. Sejak ditemukannya berbagai macam senyawa kimia dan bahan tambahan yang bisa meniru rasa alami, kandungan kopi dalam kopi instan juga mulai dikurangi. Jika dulu kopi instan terbuat dari 100% kopi murni, sekarang sudah jauh berkurang.
Bagaimana soal rasa? Mana yang lebih enak antara kopi yang digiling dan yang digunting?
Soal rasa selalu kembali pada selera. Karena setiap individu mempunyai indra pengecap yang unik dan tidak ada yang identik, tentu saja kita tidak bisa mematok secara pasti bahwa kopi instan lebih enak, atau kopi yang digiling itu lebih nikmat. Soal rasa bisa menjadi perdebatan yang berlarut-larut tanpa ada jawaban pasti.
Yang terlihat dari perdebatan kopi giling dan kopi instan hanyalah soal gaya hidup. Para penikmat kopi giling merasa gaya hidup mereka sedikit lebih berkelas daripada peminum kopi instan. Penyebabnya terletak pada penyajian. Kopi yang digiling butuh penyajian yang rumit, dengan berbagai macam teknik penyeduhan.Â
Ada yang memakai metode kopi tubruk, french press, aero press, v60, kopi drip, kopi tarik, hingga kopi Turki. Belum lagi saat menghidangkan espresso, ketika ketepatan waktu tuang dapat mempengaruhi rasa. Perjuangan untuk menghasilkan satu cangkir minuman kopi inilah yang membuat pecinta kopi giling merasa gaya hidup mereka diatas penikmat kopi instan yang cuma tinggal diseduh dengan air panas saja.
Sementara penikmat kopi instan cenderung berpikir praktis. Kopi hanya salah satu dari sekian banyak minuman. Untuk apa berbagai proses yang rumit dan memakan banyak waktu jika bisa menikmati rasa kopi dalam sekejap?
Kembali pada adagium dan perdebatan kopi giling dan kopi yang digunting. Ini tak lebih dari sekedar debat kusir tanpa akhir. Karena masalah selera tak bisa dipaksa. Sama halnya ketika kita berdebat dengan pertanyaan, lebih dulu mana, telur atau ayam?