Seharian ini media massa dan media sosial dihiasi berita tentang kabar perceraian mantan Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan istrinya Veronica Tan. Wajar jika berita tersebut mendapat tanggapan luas dan menjadi topik paling populer. Tak ada angin tak ada hujan, Ahok yang sedang menjalani hukuman di Mako Brimob secara tiba-tiba mengajukan gugatan cerai pada istrinya. Padahal, publik mengenal pasangan mantan pejabat ini sebagai salah satu pasangan yang serasi, tidak pernah diterpa isu miring apapun.
Yang menarik dari berita ini adalah tanggapan dari warganet. Banyak yang menganggap kabar itu hoax belaka, meski kemudian terbantahkan dengan pernyataan dari pihak pengacara Ahok yang membenarkan kabar tersebut. Dan ketika kabar itu memang benar adanya, banyak warganet yang bersimpati. Sebagian besar mencoba bersikap bijak, dan mengatakan bahwa urusan perceraian itu adalah ranah pribadi keluarga Ahok. Tidak semestinya dibesar-besarkan dan dipergunjingkan oleh media dan warganet.
Saya melihat tanggapan bijak dari warganet ini mempunyai standar ganda. Sangat berbeda 180 derajat kala banyak media beberapa waktu lalu memberitakan pernikahan Ustad Arifin Ilham untuk yang ketiga kalinya. Tak ada tanggapan bijak yang mengatakan bahwa itu adalah ranah pribadi sang ustad. Rata-rata, mereka menyindir dan tak sedikit pula yang menyalahkan perilaku Ustad Arifin Ilham yang memamerkan kemesraan poligaminya.
Begitu pula ketika ada berita seorang ustad yang digugat cerai istrinya karena berpoligami, tak ada ujaran bijaksana dari warganet, sebagaimana yang mereka lakukan pada berita perceraian Ahok.
Poligami dan perceraian, keduanya adalah wilayah pribadi. Semestinya tak ada beda perlakuan dalam menanggapinya. Jika seseorang bisa bijaksana dan mendo'akan yang terbaik bagi pasangan Ahok dan Veronica supaya terhindar dari perceraian, semestinya dia juga bisa bijaksana dalam menanggapi berita poligami atau perceraian dari tokoh publik lainnya, terutama tokoh agama. Lebih bijaksana lagi adalah dengan tidak perlu menanggapinya. Tidak usah dibawa perasaan.
Namun yang terjadi belakangan ini adalah standar ganda. Mengecam poligami, menyindir terjadinya perceraian seorang ustad, tapi berbalik bijaksana kala kabar serupa menimpa seseorang yang dikagumi.
Itu hal yang wajar, dan naluriah. Karena sifat naif dan hipokrit memang sulit untuk dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H