Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Artikel Utama

Membedah Blunder SK Pembekuan Menpora

20 April 2015   23:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:51 939
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Pembekuan PSSI masih terus menimbulkan polemik. Ada yang setuju, ada pula yang tidak setuju. Dalam artikel kali ini, penulis hanya ingin menunjukkan beberapa kesalahan dari Keputusan Menpora no 01037 tahun 2015 tentang Pengenaan Sanksi Administratif terhadap PSSI.

Coba dipikir dengan jernih, argumen yang penulis sajikan berikut ini. kalau memang salah, silahkan dikoreksi.

1. diktum kedua (poin kedua), pernyataan SK memuat kalimat "seluruh kegiatan PSSI tidak diakui", "oleh karenanya seluruh keputusan PSSI baik di kongres maupun KLB tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, tidak sah, dll....

Kalimat pada diktum kedua tentu sangat lucu. Karena Menpora/penyusun draft seharusnya tahu, PSSI hanya tunduk dan terikat pada hukum FIFA. Legalitas PSSI tidak butuh pengakuan dari pemerintah. Kalau FIFA menyatakan PSSI itu sah, pemerintah tak bisa berbuat apa-apa. (silahkan cari pasal berapapun dari undang-undang manapun yang menyebutkan PSSI/legalitas PSSI tergantung dari restu Menpora). Hasil kongres PSSI tidak membutuhkan pengesahan dari Menpora/pemerintah.

2. Diktum keempat bagian (a).

Pemerintah membentuk tim transisi yang mengambil alih hak dan kewenangan PSSI sampai dengan terbentuknya pengurus baru sesuai dengan mekanisme organisasi dan statuta FIFA...

Lha, disini saja Menpora mengakui adanya mekanisme organisasi dan statuta FIFA. Tapi, mengapa pada poin sebelumnya kok malah menafikan mekanisme organisasi dan statuta FIFA?

Kalau Menpora mengakui dua hal tersebut, seharusnya Menpora tahu, bahwa mekanisme organisasi untuk mengganti pengurus itu melalui Kongres, begitu pula Statuta FIFA.

Bukankah ini sebuah paradoks yang sangat nyata sekali? disatu sisi Menpora mengakui eksistensi mekanisme organisasi dan statuta FIFA, tapi disisi lain, demi keinginan mengganti pengurus PSSI, Menpora menafikan dan mengabaikan mekanisme organisasi dan Statuta FIFA.

3. Diktum keempat bagian (b)

Demi kepentingan nasional, maka persiapan Tim Nasional sepakbola untuk menghadapi Sea Games 2015 harus terus berjalan dan akan dikelola melalui Program Indonesia Emas (PRIMA) bersama KONI dan KOI.

Tanpa ditegaskan melalui SK ini, PSSI sudah tahu bahwa khusus untuk cabang sepakbola dalam Sea Games, memang dikelola oleh Satlak PRIMA. Dalam event multi cabang seperti Sea Games, Asian Games dan Olimpiade, sepakbola memang harus dibawah pengelolaan Satlak Prima. PSSI hanya sekedar menjembatani dalam pemilihan pemain dan pelatih, sementara untuk pengelolaan mulai dari training center dan pemberangkatan, semua dilakukan oleh Satlak Prima.

4. Diktum keempat bagian (c)

Seluruh pertandingan ISL 2015, Divisi Utama, Divisi I, Divisi II, dan Divisi III tetap berjalan sebagaimana mestinya dengan supervisi KONI dan KOI bersama Asprov dan klub setempat.

Inilah yang blunder yang paling besar. Menpora/penyusun draft SK sepertinya tidak tahu, bahwa Divisi II dan Divisi III sudah dilebur menjadi Liga Nusantara berdasarkan hasil Kongres Borobudur dan tahun lalu sudah menyelesaikan kompetisinya.

Kemudian tentang supervisi KONI dan KOI, Menpora mestinya tahu, bahwa berdasarkan UU Nomor 3 tahun 2005 Sistem Keolahragaan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang pelenggaraan Olahraga, Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga,Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2007 tentang Pendanaan Olahraga, dan Peraturan Presiden nomor 22 tahun 2010 tentang Program Indonesia Emas "Tak ada hak, tugas dan fungsi bagi KONI dan KOI untuk mengelola sebuah kompetisi profesional".

Lagipula, Menpora Imam Nahrawi sepertinya lupa bahwa KONI dan KOI sudah disatukan berdasarkan Permen nomor 006 tahun 2014 .

5. Diktum keenam

Biaya yang timbul akibat dari diterapkannya Keputusan Menpora ini akan dibebankan pada DIPA Kemenpora tahun anggaran 2015.

Diktum keenam tersebut sudah tentu salah satunya mengarah pada diktum keempat bagian (c), yakni tentang tekad Menpora untuk tetap melanjutkan kompetisi dengan supervisi KONI/KOI. Bukankah itu artinya sama dengan membebani negara untuk menyelenggarakan sebuah kompetisi profesional? Bukankah aturan ini sudah pasti melabrak Peraturan Mendagri no 1 tahun 2011 tentang Larangan Penggunaan APBN/APBD untuk Kompetisi Profesional?

6. Tembusan surat

Ada yang aneh dari tembusan surat keputusan Menpora kali ini. Jika Menpora berniat mengajak KOI (dengan anggapan Menpora belum tahu KOI sudah disatukan dengan KONI), mengapa tak ada tembusan surat untuk Ketua Umum KOI?

Dari ulasan blunder-blunder diatas, bukan berarti penulis mendukung PSSI/menolak langkah pembekuan PSSI. Penulis sepakat, sangat setuju bahwa PSSI wajar dibekukan, pengurusnya wajib diganti. Tapi, hendaknya langkah kebijakan tersebut bisa diambil dengan elegan, terencana dan terorganisir dengan rapi. Bukan dengan langkah tergesa-gesa dan menerbitkan Keputusan Menteri yang ternyata banyak kesalahan, baik secara tekstual maupun konstektual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun