Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Wasit, Sang Pengadil yang Diperlakukan Tidak Adil

21 Mei 2012   17:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:00 1753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Wasit sepakbola Indonesia kembali menjadi sorotan. Tak hanya karena beberapa keputusannya yang kontroversial, dianggap merugikan salah satu tim. Tapi juga akibat yang ditimbulkan dari keputusan tersebut. Beberapa wasit bahkan harus rela menjadi sansak hidup, menerima pukulan dan tendangan dari pemain maupun suporter yang tidak terima dengan keputusannya dalam memimpin pertandingan.

Masalah wasit adalah masalah klasik dalam sepakbola, khususnya di Indonesia. Anehnya, meski peran wasit sangat penting dalam kualitas sebuah pertandingan, PSSI seakan kurang peduli dengan nasib wasit-wasit Indonesia. Mulai dari gaji yang belum terbayarkan, hingga jaminan keamanan ketika memimpin pertandingan, kurang diperhatikan oleh induk olahraga sepakbola ini. Padahal kualitas dan mutu sebuah pertandingan banyak ditentukan oleh kualitas dan mutu wasit yang memimpin. Tegaknya peraturan dalam sepak bola dilapangan bergantung kepada wasit yang memimpin pertandingan Hal ini dikarenakan wasit adalah pengatur, pengadil, penegak aturan pertandingan di lapangan. Wasit mempunyai hak penuh pada suatu pertandingan untuk menerapkan aturan yang berkenaan kepada pemain, tim sepakbola, pelatih dan ofisial sebuah tim.
Karenanya wasit pertandingan dilindungi sepenuhnya oleh badan FIFA. Wasit dilapangan juga punya peran menentukan pada kualitas sebuah pertandingan, serta kenyamanan suatu pertandingan untuk dinikmati. Satu kali saja tindakan blunder seorang wasit maka akan menodai pertandingan tersebut. Sebuah gol bisa sah dan tidak sah, pelanggaran bisa pinalti atau tendangan bebas, pemain layak dikartu kuning atau langsung merah, dan lain-lain  adalah keputusan krusial yang menjadi beban tersendiri bagi wasit.

Jika kesejahteraan dan keamanan perangkat pertandingan tersebut diabaikan, wajar saja jika pada akhirnya sang pengadil tersebut berkolusi dengan salah satu tim, atau tidak menampilkan kualitas kepemimpinan yang prima.

Hal ini mungkin tidak terlepas dari timbulnya budaya bahwa wasit di Indonesia adalah sebuah profesi dan pekerjaan utama. Padahal di luar negeri, profesi menjadi seorang wasit hanya sekedar pekerjaan sampingan. Ravshan Irmatov, wasit terbaik Asia 2011 profesi utamanya adalah instruktur di sebuah sekolah sepakbola. Howard Webb, dulunya adalah seorang polisi, yang kemudian berhenti sejak dia menjadi wasit profesional FIFA. Di Indonesia, dengan wasit sebagai pekerjaan utama, maka sangat pantas jika kemudian para wasit tersebut menggantungkan biaya hidupnya dari setiap pertandingan yang dipimpin.  Tak heran, jika kemudian kesejahteraan wasit terancam, jika gaji untuk menopang kehidupan keluarganya tak kunjung cair, wasit kemudian mencari jalan lain agar asap dapurnya tetap mengepul. Timbullah jual beli pertandingan, sogok menyogok perangkat pertandingan, hingga kemudian menumbuh suburkan mafia wasit di sepakbola tanah air.

PSSI sebagai induk organisasi sepakbola, mempunyai tugas melakukan pembinaan dan pengawasan yang benar mulai dari tingkat Pengurus Cabang, klub, Pengurus Provinsi hingga Pusat. Sejak tahun 2009, pengelolaan Perwasitan Sepakbola Indonesia dilakukan oleh Komite wasit, dan pendidikan serta pelatihannya dilakukan oleh Komite Teknis dan Pengembangan. Di Indonesia, perjenjangan wasit sepakbola dimulai dari :

1. Wasit Remaja dengan Sertifikat Wasit Yunior, khusus memimpin pertandingan TingkatYunior yang usia pemainnya lebih rendah dari usia wasit.

2. Wasit Tingkat Cabang (C-3) dengan Sertifikat Wasit Tingkat Cabang.

3.Wasit Tingkat Provinsi (C-2) dengan Sertifikat Wasit Tingkat Provinsi.

4. Asisten Wasit Nasional dengan Sertifikat Asisten Wasit Nasional.

5. Wasit Nasional dengan Sertifikat Wasit Nasional.

6. Asisten Wasit FIFA, adalah Asisten Wasit Nasional dengan Sertifikat FIFA.

7. Wasit FIFA, adalah Wasit Nasional dengan Sertifikat FIFA.

Sayangnya, saking sibuknya melakukan rekonsiliasi, PSSI melalui Komite Teknis dan Pengembangan saat ini seakan lupa dengan tugasnya melakukan pembinaan dan pelatihan wasit. Lihatlah, dalam kompetisi IPL, dari 4 wasit yang diwajibkan AFC memiliki sertifikat FIFA, PSSI hanya mempunyai 2 wasit saja. Selebihnya hanya mempunyai sertifikat nasional, dan lebih banyak lagi yang hanya mempunyai sertifikat tingkat provinsi. Bahkan untuk pembinaan wasit remaja tidak terdengar gaungnya. Padahal AFC sudah meluncurkan program AFC Project Future (PF) Referee. Dimana wasit-wasit dan pelatih remaja dari federasi anggota AFC diberi kesempatan mendapatkan kursus lanjutan dan sertifikat kepelatihan dan wasit dari AFC. Pembinaan pesepakbola usia dini memang perlu dilakukan, tapi jangan lupakan juga pembinaan usia dini untuk perangkat pertandingan.

Ditahun 2012 ini, PSSI belum meluncurkan program pembinaan / kursus wasit tingkat nasional. Hanya ada beberapa pengurus provinsi dan pengurus cabang yang melakukan pelatihan untuk wasit. Terakhir kalinya PSSI menyelenggarakan kursus wasit Sertifikat C-1 dilakukan di tahun 2010. Padahal jenjang karir untuk wasit sepakbola mutlak diperlukan. Ketersediaan dan keberadaan wasit bersertifikat nasional sangat dibutuhkan untuk memimpin pertandingan-pertandingan sepakbola di level atas seperti IPL. Mental dan pengetahuan peraturan pertandingan, tentulah berbeda antara wasit nasional dan wasit provinsi. Dengan banyaknya wasit nasional, maka pilihan wasit untuk memimpin menjadi sangat bervariasi. Hal ini mungkin dapat mencegah terjadinya main mata dan jual beli pertandingan.

Jenjang tertinggi dari seorang wasit adalah mendapat sertifikat FIFA. Memang, untuk mendapatkan lisensi ini, syaratnya sungguh berat, diantaranya adalah harus mengikuti kursus kepelatihan di AFC. Jika berbicara internasional, sudah tentu kemampuan bahasa asing khususnya bahasa Inggris harus dipenuhi. Sayangnya, banyak sekali wasit Indonesia  yang memiliki kelemahan umum yaitu kurang menguasai bahasa Inggris. Disisi lain bahasa Inggris ini merupakan persyaratan penting untuk berkomunikasi dengan pemain dari negara lain. Melihat realitas ini maka mendesak untuk segera dibangun program yang memberikan kursus bahasa Inggris bagi wasit-wasit nasional.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------

Menjadi wasit sepakbola mungkin bukan sebuah cita-cita dari banyak orang. Apalagi di Indonesia. Meski wasit adalah seorang pengadil di lapangan hijau, kenyataannya, wasit malah sering diperlakukan tidak adil. Pemain dan suporter di Indonesia belum bisa bersikap dewasa. Sebagai pengadil dan hakim di lapangan hijau, apapun keputusan wasit merupakan hukum yang sah, dan wajib dipatuhi serta dilaksanakan. Tapi wasit juga manusia, yang bisa salah dan lupa.

Sungguh suatu ironi, disaat pemain membutuhkan wasit untuk memimpin pertandingan, disaat itu pula para pemain malah mengabaikan fungsi wasit sebagai hakim. Jika keputusan wasit tak sesuai, ataupun ada kesalahan dalam memimpin, apakah pantas jika kemudian pemain maupun suporter lantas menjadikan wasit bagaikan seekor binatang buduk yang harus dipukuli, ditendang, bahkan dibanting. Dimanakah rasa kemanusiaan mereka?

#Stop crime againts referee#


Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun