Mohon tunggu...
Himam Miladi
Himam Miladi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis Konten | warungwisata.com | Email : himammiladi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

PSSI, Bercerminlah dari Zambia dan Manchester United

9 Februari 2012   15:46 Diperbarui: 25 Juni 2015   19:51 1235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Kejutan terjadi di Piala Afrika 2012 saat Zambia lolos ke final menantang Pantai Gading. Kemenangan 1-0 atas Ghana mengantarkan tim berjuluk Chipolopolo atau Peluru Tembaga ini ke babak final, sekaligus memupus impian Ghana untuk menciptakan final ideal melawan Pantai Gading.

Laga final di Stade de l'Amite, Senin (13/2) dini hari WIB nanti merupakan mimpi yang sudah lama dipendam Timnas Zambia, sejak tragedi Libreville tahun 1993. Saat itu seluruh skuad Timnas Zambia tewas dalam kecelakaan pesawat terjatuh di lautan Samudra Atlantik setelah keluar  dari Gabon. Ketua Asosiasi Sepakbola Zambia Kalusha Bwalya tak henti membakar motivasi terus timnya lewat tragedi kelam itu.  Ia ingin para pemain mampu menebus kegagalan negerinya tampil 20 tahun lalu, dengan menjadi juara tahun ini.
Bwalya merupakan pemain yang tersisa dari skuad naas itu. Ia selamat karena melakukan perjalanan terpisah dari rekan-rekannya. Mantan pemain PSV Eindhoven itu ingin mengenang rekan-rekannya yang tewas itu dengan menjadi juara Piala Afrika 2012.
“Impian saya adalah bisa memenangkan Piala ini di Libreville (tempat final Piala Afrika). Sebab, sebagian besar catatan sejarah Zambia ada di sana,” kata Bwalya dilansir Guardian.
”Bayangkan jika kami bisa mengangkat trofi, ini akan menjadi acara yang fantastis untuk menghormati dan mengenang para korban.

” "Terakhir kali Zambia main di final pada 1994 dengan tim cadangan, karena semua tim meninggal dunia pada 1993. Artinya, sebelum turnamen kami bisa katakan: jika dengan pemain pengganti saja bisa ke final Piala Afrika, kenapa kami tidak?. Dan Kami bisa," jelas pelatih Zambia, Herve Renard. Kini, Zambia bertekad menjuarai Piala Afrika 2012 untuk para korban.

Mimpi Zambia hampir mirip dengan mimpi Manchester United, setelah Tragedi Munchen 1958. Tanggal 6 Februari 1958, pesawat yang ditumpangi skuad Man-United dari bandara Beograd terhempas di ujung bandara Munich, Jerman Barat, terpecah belah, dan menewaskan 23 penumpang dan 21 penumpang lainnya selamat. Dua diantara yang selamat adalah Bobby Charlton dan sang manajernya Matt Busby.

Semua warga kota Manchester panik dan berduka akibat berita kecelakaan tersebut, tak terkecuali di dalam markas Manchester United. Nyaris semua manajemen klub sepakat untuk memutuskan membubarkan klub, atau memilih Man-United mengundurkan diri dari semua kompetisi di Inggris maupun Eropa. Namun ada satu sosok yang memutuskan bertindak lain. Adalah Jimmy Murphy, sang asisten manajer, wakil dari Matt Busby yang kebetulan tidak ikut rombongan pesawat nahas itu. "Saya putuskan Man-United harus tetap berkompetisi, dan tidak boleh bubar. Kita wajib mencari pemain dan membagi tugas untuk segera mencari pemain dan membentuk tim baru," demikian Jimmy Murphy lantang dan tidak ada kompromi. Jimmy pun bergegas mencari pemain dari pemain-pemain yang tidak dipakai oleh klub-klub Liga Inggris, serta pemain lokal. Karena hampir semua pemain Man-United yang selamat dari kecelakaan memutuskan gantung sepatu akbit trauma. Hanya dalam waktu dua minggu, motivasi Jimmy, sebagai pelatih nasional Wales, dan asisten Matt Busby, mampu memotivasi semua ofisial baru Man-United. Dan, puncaknya, Man-United dalam tiga bulan berikutnya, mampu bertengger sebagai runner up Liga Inggris, juara Charity Shield, serta semifinalis European Cup.

Dalam film United yang menceritakan Tragedi Munchen tersebut, ada sebuah percakapan yang sangat inspiratif, antara Jimmy Murphy dan Bobby Charlton. "Mengapa kamu gantung sepatu," kata Jimmy.  "Saya gantung sepatu karena semua kawan-kawan terbaikku meninggal," jawab Bobby. "Kalau saya masih bermain, siapa yang kasih umpan saya, kalau Duncan sudah tidak ada," lanjutnya. Bobby terngiang-ngian, bahwa dua gol ke gawang Red Star Belgrade, semuanya hasil umpan Duncan Edwards, yang dinobatkan sebagai 50 pemain terbaik milik Man-U sampai hari ini bersama Bobby Charlton. Duncan sendiri meninggal di rumah sakit 15 hari setelah tragedi tersebut.
"Kamu wajib terus main bola, karena justru untuk menghormati sahabatmu yang sudah meninggal, jadi kamu besok harus ikut latihan," demikian tutur Jimmy Murphy kepada Bobby. Dan, kata-kata itu yang membuat Bobby Charlton kembali memulihkan niatnya merumput bersama teman-teman barunya.

Apa yang bisa kita jadikan pelajaran dari mimpi Zambia dan Man-United tersebut?

Tatkala Ketum PSSI Djohar Arifin menyebut mimpi Timnas Indonesia untuk tampil di Piala Dunia 2022, banyak orang yang mencibir, bahkan tak sedikit yang pesimis dan menganggap itu bagaikan pungguk merindukan bulan. Cibiran itu tak lepas dari kebijakan PSSI dalam penyusunan timnas yang hanya mengandalkan pemain dari kompetisi IPL. Sementara skuad timnas sebelumnya 90% berasal dari kompetisi ISL, yang dianggap ilegal oleh PSSI.

Bahkan tak kurang dari mantan pelatih timnas Benny Dollo menyebut kualitas timnas sekarang menurun karena hanya dihuni oleh pemain dari IPL yang belum teruji kualitasnya. Benny juga merasa prihatin dan kasihan dengan Aji Santoso yang ditunjuk sebagai pelatih kepala timnas senior dan U-23. “Kualitas Aji memang sudah tidak perlu diragukan lagi. Tapi, dengan komposisi pemain yang ada saat ini, sebagai seorang pelatih, dirinya pasti akan sulit untuk meramunya."

Ditambah dengan kisruh dan dualisme kompetisi yang berkepanjangan, bisa dikatakan lengkap sudah tragedi PSSI, dan impian untuk tampil di PD 2022 pun mungkin akan dirasa semakin jauh.

Namun, Janganlah terlalu pesimis dulu. Untuk mencapai sebuah cita-cita, haruslah diawali dengan mimpi. PSSI seharusnya bisa meniru mimpi Zambia dan Man-United. Jika semua pemain Manchester United yang tewas dalam kecelakaan pesawat, ofisial dan manajemen Man-United yang masih hidup dan sehat - masih mampu mengembalikan semua energi dan motivasinya, untuk tidak membubarkan klubnya, serta tetap melanjukan ikut kompetisi. Seyogyanya PSSI bisa bercermin, ketika 90% pemain nasional tidak diperbolehkan membela "Garuda Merah Putih", PSSI tidak perlu gelisah, frustasi dan tak perlu cengeng. Bersyukurlah bahwa Indonesia mempunyai 200 juta penduduk. Dan dengan program-program pembinaaan usia dini yang saat ini sudah dilakukan oleh PSSI, mimpi untuk tampil di PD 2022 bukan lagi tak mungkin, tapi pasti. Ingat, Man-United yang harus membangun timnya dari nol pun dalam 3 bulan mampu berkompetisi lagi, bahkan dapat menggapai gelar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun