Istilah "Generasi Millenial" akhir-akhir ini sering sekali didengungkan oleh sebagian besar orang untuk merepresentasikan kalangan anak muda (segmentasi usia 15-35 tahun) yang hidup dan berinteraksi di era kekinian, di mana teknologi sudah berkembang demikian pesat, internet dan smartphone menjadi kebutuhan pokok.
Fakta yang dibawa oleh jaman memang tak bisa dilawan. Bila kita komparasi dengan jaman yang sudah dilalui oleh senior-senior kita sebelumnya, perbedaan yang terlihat sudah jelas sangat mencolok. Tak heran bila kemudian orang tua jaman sekarang banyak yang geleng-geleng kepala saking terkejutnya melihat tingkah polah anaknya ketika mulai menginjak masa remaja, katakanlah masa pubertas, peralihan dari tahap anak-anak menuju dewasa.
Selanjutnya, berbagai label negatif pun disandangkan kepada pelaku-pelaku generasi millenial. Ada yang men-judge mereka terlalu rebel, pemalas, berpikiran pendek, manja, pembangkang, liar, kurang peka terhadap kondisi sekitar, menomorsatukan eksistensi di media sosial, dan sebagainya.
Anak semakin menjauh dari orang tua, jembatan yang diharap mampu mengkoneksi keduanya terlanjur runtuh, lantaran tak ada lagi kepercayaan antar kedua belah pihak. Bila akhirnya ditemukan anak yang sering cekcok dengan orang tua, atau anak yang depresi karena sikap orang tua atau guru-guru di sekolah yang overprotektif dan serba menuntut, lantas sang anak mencari pelampiasan yang salah, siapakah yang bertanggung jawab atas semua ini?
Ya sudahlah yaa.. daripada akhirnya problema ini menjadi ajang saling tuduh siapa benar dan siapa salah, lebih baik semua pihak sama-sama "melek" aja, bahwa memang beginilah kenyataan yang sedang kita hadapi dan bersentuhan langsung dengan kita saat ini. Mau menyalahkan jaman yang membentuk mental, pola pikir, ataupun gaya hidup generasi millenial pun sepertinya hanya menambah masalah baru saja, bukannya menuntaskan masalah yang sebelumnya ada.
Riset 2 Tahun, Lahirlah "My Generation"
Alasan ini yang menggugah ide seorang sineas wanita Indonesia, Upi. Movie director yang sebelumnya telah sukses menelurkan film-film bertema remaja ini (sebut saja Realita Cinta dan Rock and Roll, 30 Hari Mencari Cinta, Radit dan Jani, My Stupid Boss) kini hadir lagi dengan karya terbarunya, "My Generation", diproduksi bersama IFI Sinema. Tak tanggung-tanggung, 2 tahun dihabiskan Upi untuk melakukan riset khusus dan mendalam mengenai fenomena generasi millenial, problematika yang mereka hadapi, gaya hidup, serta elemen-elemen yang terlibat. Riset ini berupa social media listening yang intensif dilakukan sang sutradara untuk melihat komunikasi yang terjadi pada generasi millenials. Beberapa dialog dalam film ini pun diambil dari percakapan anak millenial di social media agar sesuai dengan tren gaya bahasa anak muda jaman sekarang. Tahapan produksi filmnya sendiri memakan waktu sekitar 1 tahun.
Menurut Upi, permasalahan yang dihadapi oleh generasi millenial ini cukup kompleks dan menarik untuk diangkat ke layar lebar. Tak dipungkiri, bergesernya gaya hidup modern akibat era digital melahirkan generasi berkarakter unik. Di film My Generation inilah, Upi ingin memberi gambaran yang lebih dekat tentang realita kehidupan generasi millenial yang sesungguhnya, agar dapat menjadi catatan penting untuk mengetahui karakter mereka yang sesungguhnya. "Dengan menyaksikan film ini, penonton dapat memperoleh gambaran real tentang potret generasi millenial, dan bagaimana aktivitas keseharian mereka", ujar Upi yang sangat antusias bercerita mengenai film terbarunya ini pada Press Conference yang berlangsung 10 Oktober lalu. Upi juga menegaskan film ini sudah layak ditonton dan lulus lembaga sensor Indonesia.
Libatkan 4 Wajah Baru sebagai Karakter Utama, "My Generation" Siap Segarkan Perfilman Indonesia