[caption id="attachment_403630" align="aligncenter" width="420" caption="dok. SKK Migas"]
Dalam acara Kompasiana Nangkring "Membedah Industri Hulu Migas" yang merupakan hasil kerja sama Kompasiana dengan SKK Migas & Kontraktor KKS di Pisa Kafe Mahakam Jakarta (14/2) yang menghadirkan Bapak Rudianto Rimbono selaku Kepala Humas SKK Migas dan Bapak Joang Laksanto, Vice President Development and Relations Conocophilips, diperoleh informasi bahwa tingkat inflasi dan perubahan harga minyak menyebabkan Indeks Biaya mengalami peningkatan di semua wilayah di dunia. Aktivitas yang sama di tahun 2000 ternyata memerlukan biaya hampir 2x lipat besarnya pada tahun 2012. Hal yang sama juga terjadi di Indonesia. Indeks Biaya meningkat sejalan dengan perubahan peningkatan harga Crude Oil.
Kegiatan hulu Migas didominasi oleh kegiatan yang berlokasi di daerah lepas pantai (offshore). Dari sini, lebih banyak diperoleh temuan berupa gas. Kondisi perairan laut Indonesia yang ke arah timur semakin dalam menyebabkan perusahaan-perusahaan cenderung mengeksplor bagian timur Indonesia untuk usaha hulu migas. Kondisi ini tentunya lebih padat modal, padat teknologi, dan padat resiko.
Dalam grafik Produksi dan Komsumsi minyak dan gas bumi, digambarkan produksi alami migas terus mengalami penurunan (15-20%) dari tahun ke tahun, berbanding terbalik dengan tingkat konsumsi yang meningkat 8% setiap tahunnya. Telah terjadi pembengkakan belanja subsidi yang terutama disebabkan meningkatnya volume konsumsi BBM bersubsidi.
[caption id="attachment_403629" align="aligncenter" width="490" caption="dok. SKK Migas"]
Fakta menunjukkan angka pendapatan negara yang terus bertambah setiap tahunnya dari sektor migas. Namun, ditinjau dari segi subsidi energi, nyatanya penerimaan negara di sektor hulu migas dari sisi neraca APBN tergerus oleh belanja subsidi energi. Sejak 2012, belanja subsidi energi (BBM+Listrik) lebih besar dari pendapatan hulu migas.
[caption id="attachment_403631" align="aligncenter" width="490" caption="dok.SKK Migas"]
Kondisi ini mendasari SKK Migas untuk kemudian merubah paradigma kerjanya, yang sebelumnya merupakan penghasil revenue, bertransformasi menjadi lokomotif penggerak ekonomi nasional menuju 2050. Untuk itu, dilakukan pendekatan baru yang berprospek kemakmuran, mampu meningkatkan lapangan kerja, memberantas kemiskinan, dan menumbuhkan kesejahteraan. SKK Migas berharap mampu menjadikan Migas sebagai sumber pendapatan negara melalui hasil penjualan produksi minyak dan gas bumi, penghematan dari pengadaan dan optimalisasi pemanfaatan aset, transaksi migas dan penempatan ASR melalui bank BUMN. Energi terbarukan diharapkan bisa mengambil peran dalam industri migas tetap terlaksana di Indonesia dengan meminimalkan hal-hal yang tidak efisien dalam pemanfaatannya.
[caption id="attachment_403632" align="aligncenter" width="490" caption="dok. SKK Migas"]
Migas diharapkan mampu menjadi sumber energi (bagi sektor industri, transportasi, konsumsi, dll.) dan menjadi bahan baku produk-produk migas (feedstock, refining, gas power) yang ke depannya diharapkan bisa memberi Multiplier Effect dalam peningkatan TKDN dan pertimbuhan industri lokal.
Dari penjelasan singkat di atas, kita sebagai rakyat Indonesia tentunya menaruh harapan yang sangat besar agar visi dan misi SKK Migas dalam mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia dapat terlaksana dengan efektif dan efisien agar seluruh elemen masyarakat Indonesia turut merasakan manfaatnya.