Konon, dalam dunia politik, kekuasaan adalah tuhannya. Sekelumit gambaran yang membawa alam bawah sadar kita terperanjat dan berkata "Kejam..". Kita hanyalah penonton, bukan pelaku, bukan pula hakim penentu. Akan tetapi, di balik itu semua, sebuah pertanyaan besar pun muncul. "Benarkah sedemikian kompleks gambarannya?".
Sedikit membahas setelah menyaksikan film "2014: Siapa di atas Presiden?" di Cinemaxx FX Sudirman bersama teman-teman Kompasiana (26/2) lalu, dari judulnya saja sudah memancing sebuah "curiosity". Benarkah ada pihak yang kuasa mengatur orang nomor satu negeri ini? Lantas di mana power seorang presiden? Dan ke mana harapan bangsa kita akan dibawa, jika sosok sang pemimpin yang sebenarnya seolah ada, kenyataannya tiada? Sungguh abstrak. Mengapa? Karena pada kenyataannya kehadiran seorang presiden tidak dinilai phisically saja, tetapi apakah dampak kehadirannya bisa kita rasakan, berikut perubahan-perubahan positif yang dibawanya, dan bisa dirasakan secara merata oleh seluruh rakyatnya?
Di tangan sang sutradara kawakan Hanung Bramantyo, ironi politik yang terpampang di film "2014" menghadirkan seorang Bagas Notolegowo (Ray Sahetapy), sang petarung politik yang dikenal bersih, jujur, dan prorakyat, mencalonkan diri menjadi seorang calon presiden. Sebagaimana kita ketahui, dunia politik sarat dengan gontok-gontokan antar sesama kandidat dan tindak-tanduk lawan politik yang berambisi untuk menjatuhkan rivalnya.
Buntutnya, keluarga sang kandidat pun ikut menjadi taruhannya. Di film yang melibatkan produser muda Rahabi Mandra dan Ben Sihombing dalam penulisan skenarionya ini, situasi seru itu ditampilkan, disertai dengan unsur-unsur drama dan action di beberapa scene-nya.
[caption id="attachment_402013" align="aligncenter" width="300" caption="Film 2014 Siapa di atas Presiden yang mengulas dinamika politik (sumber, mahaka pictures)"][/caption]
Terusiknya Ricky Bagaskoro (Rizky Nazar) yang merupakan anak dari Bagas Notolegowo yang menjadi awal mula segala keseruan kisah di film ini. Ia pun memutuskan untuk terjun langsung menelusuri kasus yang menimpa ayahnya yang belakangan terpuruk karena usaha rival-rivalnya yang berhasl menjatuhkannya. Ricky pun meminta pertolongan seorang pengacara, Krishna Dorojatun (Donny Damara), yang konon merupakan pengacara hebat di Indonesia.
Menghadirkan pasangan muda Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan sebagai dua orang yang saling berseberangan, tentunya menjadikan film ini tontonan yang cukup menarik. Hadir pula Maudy Ayunda yang berperan sebagai Laras, anak Krishna yang ikut membantu Ricky dalam mengungkap rahasia di balik sekian banyak misteri di balik kekisruhan yang tergambar dalam kisah ini.
[caption id="attachment_402015" align="aligncenter" width="300" caption="Film ini juga menghadirkan pasangan muda Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan"]
Dalam dinner bareng Crew film 2014 selepas acara nonton bareng, Celerina Judisari (CEO Mahaka Pictures, yang memproduksi film ini) menuturkan ide awal film ini muncul karena kesadaran akan minimnya film bernuansa politik.
Adapun intrik-intrik yang mungkin terlihat agak sedikit mirip dengan kondisi politik saat ini diungkapkannya hanya bernilai fiktif saja, karena ternyata sebelum masuk ke Indonesia, film ini sudah diproduksi pada tahun 2013 dan sudah dipertontonkan dan dilombakan di beberapa festival film di luar negeri, seperti Indonesian Film Festival di Melbourne dan Osaka Asian Film Festival 2014. Hebat yaa..
Saya yang terus terang sudah mulai jenuh menonton siaran berita yang penuh tampilan carut-marut dunia politik, yang seolah lebih kejam dari apa yang ditampilkan sinetron-sinetron Indonesia, lengkap dengan kehadiran tokoh-tokoh protagonis dan antagonis yang saling serang, merasa sedikit tersegarkan dengan film ini.