Mohon tunggu...
Andi Primaretha
Andi Primaretha Mohon Tunggu... karyawan swasta -

\r\nEducator and Search & Social Strategist\r\n

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Gaul ala Brand dan Influencer di Social Media

15 Agustus 2011   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:46 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesuai dengan kodratnya, manusia adalah mahluk sosial. Di era social media seperti sekarang, manusia menjadi lebih “sosial”. Keterhubungan dengan orang-orang terdekat menjadi kewajiban yang tidak bisa dilanggar di keseharian kita. Sedikit-sedikit update status di BBM, kemudian upload profile picture terbaru di Facebook kita, selalu check-in di tempat yang baru saja kita sampai melalui Foursquare, sampai seharian scrolling timeline di Twitter untuk mengetahui obrolan yang paling “hot” saat ini. Disadari atu tidak, kita menjadi lebih peduli untuk sharing dan ingin tahu apa saja yang terjadi pada kehidupan di lingkaran sosial di seliling kita. Insight ini yang akhirnya dipahami oleh para pemilik brand hingga hampir semua brand saat ini terjun ke social media. Tidak hanya punya akun di Facebook dan Twitter, kini beberapa brand di Indonesia juga sudah banyak yang memiliki channel di YouTube.

Namun, menunurut pengamatan saya yang tidak jarang “dicurhatin” oleh pemilik brand, saya masih menemukan beberapa brand yang masih memperlakukan social media seperti media tradisional lainya. Beberapa masih dengan komunikasi satu arah, fokus hanya pada kulitas produksi konten tetapi lupa untuk “menghias” konten tersebut dengan konteks. Katanya sudah paham bahwa sekarang era social media, sudah paham bahwa persepsi konsumen terhadap merek tidak hanya dipengaruhi oleh iklan di TV dan radio tetapi juga apa kata teman-teman konsumen di social media, tetapi mengapa masih hanya membanggakan komunikasi satu arah? Pada akhirnya beberapa pemilik brand melupakan pentingnya conversation dan pembentukan sense of community yang justru menjadi esensi dasar / karakteristik dari social media.

Brand tidak bisa ekslusif di social media. Lupakan kegoisan ketika masih di era vertical marketing dimana brand dengan gagahnya dari jauh mempengaruhi konsumen melalui mesin tradisional media (TV, Radio dan cetak). Pasar telah berubah, hari ini adalah era horizontal marketing. Alasan brand hadir di social media adalah agar lebih dekat dan justru tidak memiliki batas berkomunikasi dengan konsumenya. Brand hadir di social media agar bisa disentuh, dirangkul dan dicurhatin oleh konsumenya secara langsung. Brand di social media adalah manusia bukan serangkaian produk atau jasa yang biasa kita kenal selama ini. Brand adalah sosok manusia yang memiliki keunikan pada identitas dan kepribadian sesuai dengan brand image yang selama ini dibangun. Brand juga adalah manusia yang merefleksikan kehidupan konsumennya secara nyata. Nah, kembali ke poin awal bahwa manusia adalah mahluk sosial yang makin sosial dengan kehadiran manusia, brand pun harus lebih sosial karena sudah bertransformasi menjadi manusia ketika berada di social media.Ya! brand harus lebih sosial, lebih gaul, tidak ekslusif.

Begitu besarnya isu mengenai pengaruh sosial di era social media ini, kita akhirnya mengenal istilah influencer. Secara singkat, influencer adalah individu atau organisasi yang memiliki kekuatan untuk mengubah persepsi, sikap dan tingkah laku orang-orang di sekitar jaringan sosial mereka. Perlu diketahui bahwa influencer disini tidak hanya terbatas pada selebritis atau public figure yang dikenal secara umum melalui media massa. Karena, karakteristik Influencer di social media adalah individu atau organisasi yang dikenal memiliki kredibilitas pada sebuah topik tertentu kemudian sikap dan perkataanya ditiru, dipercaya dan menginspirasi orang-orang di sekitar jaringan sosial mereka.Pada akhirnya, setiap orang bisa menjadi influencer di social media, hanya perlu diukur seberapa berpengaruhnya dia di sekitar jaringan sosialnya. Relevansinya terhadap brand adalah brand harus menemukan individu atau organisasi yang memiliki pengaruh di dalam komunitas (fans dan followers) / jaringan sosial yang brand bangun di social media. Artinya brand harus mengerti betul dengan siapa ia harus bergaul di social media dan paham cara yang tepat untuk bisa medekati dengan mereka. Pada tulisan selanjutnya, Social Influence: Conformity, Cohesivity, and Compliance, akan saya lanjutkan pembahasan ini.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun