Para pemimpin dunia menghadiri sidang perwakilan bangsa-bangsa (PBB) pada senin lalu yang membahas dua masalah  utama dalam agenda global yakni krisis pengungsi terbesar di dunia dan konflik suriah yang sudah memasuki tahun ke-6. Sidang yang dibuka oleh Ban Kin-moon selaku sekjen PBB, menegaskan tentang pentingnya para pemimpin dunia untuk menjaga mandat kepercayaan oleh rakyat, bukan property pribadi.Â
Dalam sidang para pemimpin menyepakati sebuah deklarasi untuk memberikan dukungan yang lebih terkoordinasi dan manusiawi dalam menangani krisis pengungsi. Sidang yang berlangsung di markas PBB di New York ini bukan hanya menjadi pertemuan terakhir untuk sekjen PBB yang telah memasuki masa jabatan 10 tahunnya, tetapi juga untuk President Barack Obama. Diketahui bahwa Presiden Barack Obama akan lengser pada January 2017 seusai pemilihan presiden pada tanggal 8 November tahun ini.Â
Terdapat beberapa hal penting yang menarik pada pidato terakhir President Obama, dimana terdapat upaya mewujudkan perjanjian perdamaian Israel dan Palestina yang tekesan gagal dalam masa kepemimpinannya di Gedung Putih. Obama menyatakan bahwa perdamaian Israel dan Palestina mungkin saja terjadi, tapi ini harus dilandasi oleh beberapa komitmen diantara dua negara. Komitmen ini akan memberikan keuntungan untuk kedua sisi apabila keduanya bisa saling mengetaui batasan kekuasan negara masing-masing.Â
Apabila Palestina menolak hasutan dan mengakui legitimasi Israel, dan disisi lain Israel juga harus menyadari bahwa mereka tidak bisa secara permanen menduduki Tanah Palestina. Kemungkinan untuk perdamaian akan mungkin terjadi. Usaha ini juga sempat diprakarsai oleh John Kerry sebagai Menteri Luar Negri Amerika yang tidak berjalan sempurna. Diluar dari upaya perdamaian Israel dan Palestina, di pidato akhir President Obama juga membahas usaha Rusiadalam membangun kembali kepercayaan dunia yang sempat hilang usai mengaknesi semenanjung Crimea di Ukrania. Di akhir pidatonya, Presiden Obama juga berpesan bahwa konflik yang terjadi di laut Cina Selatan bisa dapat diselesaikan apabila sengketa perjanjian bisa diselesaikan berdasarkan hukum yang telah ditentukan yang akan memberikan stabilitas lebih dari sekedar militerisasi oleh beberapa negara. Konflik Laut Cina Selatan yang melibatkan Vietnam, Taiwan, Filipina, Malaysia, Cina dan Brunei ini sudah dibawa ke Mahkamah Arbiterasi Internasional di Den Haag dengan penolakan pengakuan oleh Beijing.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H