Mohon tunggu...
Prima Marsudi
Prima Marsudi Mohon Tunggu... Guru - Indahnya menua.

Wanita yang ingin jadi diri sendiri tetapi tidak bisa karena harus memikirkan orang-orang yang disayanginya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diary 21

1 September 2020   05:54 Diperbarui: 1 September 2020   05:47 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dalam kehidupan kesedihan dan kebahagiaan dapat datang bersamaan melalui sebuah peristiwa.  Adakalanya malah jadi membingungkan, perasaan campur aduk yang kita rasakan menjadikan salah satunya tidak sempurna sehingga tidak dapat kita lepaskan begitu saja.

Hari ini sekretaris saya mengabarkan bahwa jumlah rekening saya telah bertambah sebesar satu juta dua ratus ribu rupiah.  Uang tersebut merupakan uang bantuan dari pemerintah untuk pekerja yang berpenghasilan di bawah lima juta yang diberikan dalam rangka pandemi.

Bahagia rasanya mendapatkan rezeki tak terduga.  Namun dibalik kebahagiaan itu ternyata saya juga merasakan kepedihan yang dalam.

Bayangan bahwa ternyata setelah dua puluh enam tahun bekerja di perusahaan ini, keprofesionalan saya hanya dihargai sebesar  minimum UMR DKI Jakarta sehingga saya layak mendapatkan santunan tersebut.

Ada rasa berdosa pada negara karena sesungguhnya saya tidak pantas menerima bantuan tersebut.  Mencoba menghibur diri bahwa itu bukan salah saya ketika perusahaan ternyata melaporkan jumlah nominal kecil untuk penghasilan atau gaji saya.  Seperti itulah kebahagiaan saya ternoda pada hari itu.

Seperti ketika kita mendapatkan promosi karir, namun harus ada orang lain yang harus kehilangan jabatan atau bahkan pekerjaan karena dianggap tidak berhasil melakukan pekerjaannya. Padahal orang tersebut adalah orang yang berhubungan dekat dengan kita.

Betapa bahagianya menduduki jabatan yang  lebih tinggi dari sebelumnya namun bersamaan dengan itu ada kepedihan yang mengintai melihat orang lain harus kehilangan jabatan itu.

Seperti melihat ibu kita yang begitu renta harus mengalami sakit yang tiada tara.  Jarum, selang, cairan harus masuk silih berganti ke dalam tubuhnya mengalahkan segala rasa sakit yang ditimbulkan dari penyakitnya itu sendiri.  

Kemudian ketika Tuhan menyudahi segala kesakitan yang dirasakan dengan memanggilnya, maka akan muncul rasa lega dan bahagia bersamaan dengan munculnya rasa pedih dan kesedihan.

Bahagia karena orang yang paling kita cintai tak lagi merasakan sakit.  Sedih karena harus kehilangan orang yang paling berjasa dalam kehidupan kita.  Orang yang menjadikan kita ada.

Inilah hidup, kita hanya dapat berusaha, memohon dan meminta padaNya, namun akhirnya tetap Dia lah yang Mahakuasa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun