Kegagalan tim nasional senior sepakbola Indonesia di ajang AFF Cup 2014 bukan merupakan hal yang mengherankan. Karena terbiasa gagal masyarakat menganggap otoritas sepakbola nasional PHP alias Pemberi Harapan Palsu ketika memberikan target kepada coach Alfred Riedl juara AFF Cup 2014. Kondisi apatis dengan prestasi tim nasional sepakbola senior tidak dapat dibiarkan terlalu lama karena menyangkut martabat dan harga diri bangsa. Kompetisi sepakbola dalam negeri yang carut marut sengkarut dengan berbagai skandal dan isu menjadi penting dilakukan Revolusi Mental. Kompetisi sebagai tempat pembentukan kualitas pemain tidak bisa diharapkan banyak jika tidak ada pembenahan.
Pemain tim nasional sepakbola dan atlet olah raga lainnya yang membawa nama bangsa di kancah internasional tak ubahnya sebagai duta besar yang membawa nama negara dengan seluruh rakyat di dalamnya. Jika tim nasional sepak bola terus menerus dipermalukan maka menjadi tugas Presiden untuk turun langsung turut membenahinya. Presiden Jokowi yang menggelorakan Revolusi Mental selama masa kampanyenya perlu turun tangan untuk melakukan Revolusi Mental peningkatan prestasi sepakbola nasional. Jangan sampai presiden berkata “bukan urusan saya” ketika dicurhati rakyat soal prestasi tim nasional sepakbola Indonesia. Lihatlah Presiden Soekarno yang langsung tanggap ketika ketua umum PSSI Maladi naksir Antun Pogacnic pelatih tim nasional Yugoslavia untuk melatih tim nasional Indonesia. Dengan sigap Presiden Soekarno melobi Presiden Yugoslavia Jozep Broz Tito untuk mengijinkan Pogacnic melatih tim nasional Indonesia. Lobby berhasil dengan direstuinya sang pelatih demi solidaritas negara anggota Gerakan Non Blok. Antun Pogacnic membawa tim nasional sepakbola Indonesia sebagai semifinalis Asian Games 1954 Manila, pada Olimpiade Melbourne 1956 menahan imbang Uni Sovyet 0-0 dan mempersembahkan medali perunggu Asian Games 1958 Tokyo.
Presiden Soeharto turun tangan untuk PSSI dengan menempatkan orang dekatnya sebagai Ketua Umum PSSI. Kardono ketua umum PSSI periode 1983-1991 seorang ABRI yang berada di ring satu Presiden Soeharto. Kardono yang menjabat ketua umum PSSI pada masa tersebut tercatat sebagai sekretaris militer Presiden Soeharto. Kedekatan ketua umum PSSI dengan Presiden Soeharto membuahkan gelar terhormat kepada Kardono sebagai ketua umum PSSI paling sukses hingga saat ini. Prestasi tertinggi tim nasional senior Indonesia dalam bentuk trophy di level Asia Tenggara digenggam pada SEA GAMES 1987 Jakarta dan SEA GAMES 1991 Manila pada masa pemerintahan presiden Soeharto. Pada tahun 1986 tim nasional sepakbola Indonesia nyaris lolos ke putaran final Piala Dunia Mexico kalah bersaing dengan tim nasional Korea Selatan pada fase akhir zona Asia. Dibawah asuhan pelatih Bertje Matulapelwa tim nasional sepakbola Indonesia 1986 memberikan kebanggaan kepada bangsa walaupun gagal lolos ke Mexico.
Ketua umum PSSI berikutnya periode 1991-1999 masih dipegang kalangan ABRI yaitu Azwar Anas dengan prestasi lolos putaran final Piala Asia 1996 di Uni Emirat Arab. Agum Gumelar sebagai sosok militer terakhir yang memimpin PSSI pada periode 1999 – 2003. Perhatian presiden dengan gayanya masing – masing terhadap tim nasional sepakbola negaranya terbukti mampu memberikan kebanggaan kepada bangsa dan negara.
Era presiden Habibie, Abdurrahman Wahid dan Megawati tidak terdapat prestasi tim nasional sepakbola yang menonjol. Era presiden Yudhoyono ditandai dengan tampilnya tim nasional sepakbola Indonesia pada putaran final Piala Asia 2007. Meskipun keikutsertaan pada putaran final Piala Asia 2007 disebabkan faktor tuan rumah namun permainan tim nasional sepakbola Indonesia dibawah asuhan pelatih Ivan Kolev mendapat banyak pujian.
Menjelang masa akhir pemerintahan presiden Yudhoyono mendapat kado trophy AFF Cup 2013 dari para pemain U-19. Masa pemerintahan presiden Yudhoyono juga diwarnai konflik pengurus PSSI secara berlarut-larut cukup dimaklumi jika hanya satu trophy AFF U-19 yang singgah. Intervensi positif pemerintah melalui presiden secara langsung dalam pembinaan prestasi sepakbola nasional sangat diharapkan oleh segenap pecinta sepakbola tanah air.
Revolusi mental presiden Jokowi dalam mengelola pemerintahan perlu ditularkan untuk pembinaan sepakbola nasional. Presiden tidak cukup hanya mendelegasikan urusan prestasi tim nasional sepakbola senior kepada Menteri Pemuda dan Olahraga. Harapan besar seluruh masyarakat Indonesia khususnya pecinta sepakbola nasional kepada Presiden Jokowi agar berani melakukan intervensi positif secara nyata demi kejayaan tim nasional sepakbola. Presiden perlu menyerukan penegakan hukum, pelaksanaan tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance) sampai seruan pembekuan kompetisi untuk semantara waktu demi perbaikan kualitas kompetisi. Terjun langsung mencari pelatih untuk tim nasional seperti Presiden Soekarno atau menempatkan orang dekat sebagai ketua umum PSSI di masa Presiden Soeharto atau metode lain bisa dicoba oleh Presiden Jokowi. Intervensi positif presiden pada PSSI pasti dapat diterima semua kalangan jika tanpa tendensi politik praktis. Prestasi tim nasional sepakbola sebagai pembuktian komitmen presiden tanpa tendensi politik.
Event SEA GAMES 2015 semoga menjadi moment kebangkitan tim nasional sepakbola Indonesia. Solidaritas Gerakan Non-Blok yang diusung Presiden Soekarno mampu menghadirkan pelatih top Yugoslavia untuk tim nasional sepakbola Indonesia. Menunggu komitmen kerakyatan Presiden Jokowi untuk memajukan prestasi tim nasional sepakbola sebagai olahraga rakyat. Solidaritas G-20 bisa dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk mempu menghadirkan pelatih sepakbola top diatas Alfred Riedl untuk melatih tim nasional sepakbola Indonesia. Solidaritas G-20 jangan hanya untuk datangkan sapi, kapal atau minyak doank. Buktikan Presiden Jokowi, Revolusi Mental sepakbola nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H