Presiden Jokowi harus menyadari bahwa dirinya sekarang adalah seorang pilot pesawat berbadan lebar bukan lagi pilot pesawat capung atau commuter jarak pendek. Setelah sebelumnya mempesona sebagai pilot pesawat capung di Surakarta dengan jam terbang cukup lama, tawaran menjadi pilot pesawat commuter-pun diterima. Daerah Khusus Ibukota Jakarta menjadi pesawat commuter pertama yang dipiloti Jokowi. Jam terbang di DKI tidak terlalu lama dengan bumbu-bumbu manuver spontanitas penumpang dan penonton berdecak kagum. Pesawat commuter DKI take-off dengan sempurna namun penumpangnya belum merasakan bagaimana sang pilot mampu menerbangkannya dengan nyaman dan landing dengan aman. Dengan jam terbang selama kurang lebih 16 bulan di DKI Jokowi mendapat mandate menjadi pilot berbadan lebar bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pesawat commuter DKI masih mengudara, sang pilot mendapat mandate menjadi pilot pesawat berbadan lebar NKRI. Co-pilot yang mengambil alih pesawat DKI sebagai pilot sempat gagap di awal penunjukan bahkan hingga kini meskipun telah didampingi copilot . Pro-kontra penunjukan Jokowi menjadi pilot NKRI antara suka dan tidak suka, khawatir dan yakin, sinis, cinta mengantarnya secara sah sebagai pilot berbadan lebar NKRI. Bersama pilot Jokowi pesawat NKRI take off tidak terlalu mulus,padahal cuaca sedang bagus.
Membandingkan dengan Soekarno yang menjadi pilot NKRI dalam situasi perang kemerdekaan, Soeharto yang didera situasi keamanan gawat, Habibie-GusDur-Mega yang mengalami turbulence kondisi sosial,politik,ekonomi Jokowi harusnya bisa enjoy flight. Stabilitas cuaca , infrastruktur pesawat yang telah diperbaiki walaupun belum sempurna pada masa SBY belum bisa dioptimalkan oleh pilot Jokowi. Jam terbang pilot membuktikan bahwa sense, skill, emotional dalam mengemudikan pesawat berbadan lebar tidak bisa didapatkan secara instan. Walaupun didampingi oleh co-pilot berpengalaman Jokowi tampak belum yakin dengan kewajiban yang diembannya untuk dapat memutuskan segala sesuatunya dengan cepat, aman, cerdas demi keselamatan penumpang dan pesawat.
Pengalaman sebagai pilot pesawat capung dan commuter meskipun memukau tidak mampu ditunjukkan Jokowi di pesawat berbadan lebar. Pesawat berbadan lebar yang memiliki awak pesawat lebih banyak dengan penumpang high-class tampaknya justru mengganggu sang pilot. Awak pesawat dan penumpang high-class yang merasa lebih tahu bahkan merasa lebih sering menaiki pesawat berbadan lebar mendikte sang pilot. Para penumpang dan awak pesawat sebagai orang-orang pengecut yang tidak berani menjadi pilot namun berusaha menyandera dan mendikte pilot demi memenuhi ambisi pribadi/kroninya. Sebagian kecil penumpang dan pemilik modal merasa sebagai pemilik pesawat berusaha memaksakan kehendaknya kepada pilot tanpa mempedulikan keselamatan pilot, awak pesawat, penumpang bahkan masyarakat secara luas.
Pilot telah tersandera, penumpang, pesawat dan masyarakat non-penumpang harus diselamatkan dari kemungkinan pesawat jatuh. Tidak ada cuaca buruk yang mengganggu jalannya pesawat. Semua karena human-error. Sekelompok kecil manusia yang error akal sehatnya demi memuaskan nafsu durjana mereka. Demi keselamatan bangsa dan negara, penumpang, pilot, pesawat serta masyarakat luas harus dilakukan upaya maksimal. Opsi-opsi yang mungkin dilakukan antara lain pilot dibebaskan dari gangguan penyandera, pilot menyerahkan kemudi jika merasa tidak mampu kepada ko-pilot atau penumpang yang mampu. Opsi terakhir melumpuhkan penyandera-pembajak, Presiden sebagai panglima tertinggi dapat meminta bantuan Kopassus-AD,Denjaka-AL,Bravo90-AU,Densus-Polri. Jangan jatuh pesawat NKRI-ku. Bail-out.! Bail-out..! Warn.! Warn.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H