Mohon tunggu...
Prima Mari Kristanto
Prima Mari Kristanto Mohon Tunggu... -

Arek Suroboyo kelahiran Madiun Jawa Timur. Akuntan Penulis & Praktisi Audit. Anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai Akuntan Profesional. Hobi baca,menulis, olahraga bersepeda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jasmerah, Serangan Oemoem 1 Maret 1949

1 Maret 2015   12:52 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:19 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejarah bangsa perlu kita kenang sebagai cermin masa kini tentang bagaimana kita harus bersikap terhadap negeri ini. Salah satu sejarah hebat adalah perebutan ibukota RI dari cengkeraman Belanda pada 1 Maret 1949. Dimulai pada awal Februari 1949 ketika Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam posisi memimpin perang gerilya di luar ibukota negara Ngayogyakarta Hadiningrat. Seorang kurir dengan berjalan kaki membawakan surat dari Sinuhun Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada Panglima gerilya yang sedang berada di Pacitan Jawa Timur. Sinuhun Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam suratnya menyatakan bahwa dunia internasional harus mengetahui bahwa “INDONESIA dan TENTARA NASIONAL INDONESIA MASIH ADA”. Serangan-serangan yang telah dilakukan laskar-laskar pejuang rakyat bersama tentara tidak mendapat perhatian internasional karena selalu dilakukan pada malam hari. Belahan dunia lain tidak merespons karena perbedaan zona waktu.

Agresi  militer ke-2 yang dilakukan Belanda pada 19 Desember 1948 diperintahkan merebut Yogyakarta sebagai  ibukota Republik Indonesia Serikat. Agresi dipimpin Letnan Jenderal Simon Spoor panglima KNIL dengan operasi Kraai (burung gagak). Agresi berhasil memukul mundur tentara rakyat ke pinggiran Yogyakarta. Atas perintah Jenderal Soedirman, Letnan Kolonel Soeharto memimpin pasukan di Yogyakarta dan tig akli melakukan serangan umum dengan kekuatan ala kadarnya sebelum ada surat dari  Sinuhun Sri Sultan Hamengkubuwono IX kepada panglima.

Pasca menerima surat balasan dari Jenderal Soedirman yang sedang berada di Pacitan Sinuhun Sri Sultan Hamengkubuwono IX segera memanggil Letkol Soeharto ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat pada tanggal 14 Februari 1949. Sultan menyampaikan pesan Jenderal Soedirman kepada Letkol Soeharto agar memimpin Serangan Oemoem 1 Maret 1949. Serangan yang harus dilakukan pada 1 Maret 1949 jam 06.00 pagi demi menguasai ibukota RIS dan menunjukkan kepada dunia internasional akan keberadaan INDONESIA dan TENTARA NASIONAL INDONESIA. Sebelum berpisah Sultan berwasiat kepada Letko Soeharto bahwa Serangan Oemem 1 Maret 1949 TIDAK BOLEH GAGAL.

Serangan Oemoem 1 Maret 1949 berhasil dengan gemilang, dimulai jam 06.00 pagi saat sirine Pasar Beringharjo berbunyi.  Selama 6 jam TNI menguasai kota dan berhasil menutup gerak masuk bala bantuan tentara Belanda. Keberhasilan ini disiarkan lewat Radio Repoeblik Indonesia diteruskan Radio Rimba Raya Aceh menyebar ke seluruh dunia. Delegasi RIS di Perserikatan Bangsa-Bangsa bangkit moralnya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia seutuhnya pada jalur diplomasi. Sinuhun Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Panglima Besar Jenderal Soedirman dan Letkol Soeharto bagai trisula yang memiliki kesamaan yakni TIDAK BANYAK BICARA. Bagi mereka para Trisula Serangan Oemoem 1 Maret 1949 yang penting INDONESIA BISA MERDEKA SEUTUHNYA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun