Tanggal 10 November, Bangsa Indonesia selalu memperingatinya sebagai hari pahlawan. Hari untuk mengenang momen ketika para pejuang di Kota Surabaya bertempur melawan balatentara sekutu tanpa rasa gentar.Â
Para pejuang dengan senjata seadanya bertempur secara gagah berani melawan Sekutu yang bersenjata lengkap dan canggih. Meskipun demikian, pertempuran tersebut justru dianggap sebagai neraka oleh serdadu Inggris karena saking alotnya perlawanan.
Sudah 77 tahun berlalu, bangsa Indonesia telah mengalami pergantian zaman. Dari zaman revolusi kemerdekaan, orde baru, hingga kini memasuki zamannya generasi milenial yang ditandai oleh kemajuan teknologi informasi.Â
Banyak pihak kemudian bertanya-tanya, peran kepahlawanan apa yang bisa diberikan pemuda di era milenial ini? Kemajuan teknologi informasi yang cepat ternyata dianggap moral banyak pemuda mengalami degradasi.Â
Saat ini, pemuda dianggap kehilangan jati diri dan nasionalismenya dengan lebih mementingkan urusan personal keduniawian. Saya pun sempat terpengaruh pada pernyataan-pernyataan seperti itu walaupun sesungguhnya saya juga harus introspeksi, jangan-jangan sayalah yang tidak memiliki kontribusi pada bangsa dan negara. Lantas, kepahlawanan seperti apa yang relevan dengan konteks masa kini?
Keajaiban teknologi informasi memang mengagumkan karena banyak hal bisa diakses dalam satu genggaman, termasuk mendengarkan musik. Pada suatu ketika, setelah berdiskusi tentang kesehatan mental dengan istri saya, dia membuka gawainya untuk membuka youtube untuk mencari lagu.Â
Istri saya menunjukkan sebuah band yang terdiri dari tiga personel perempuan berhijab. Hal yang membuat mereka unik adalah genre mereka musik metal dan yang lebih mengesankan adalah mereka telah tur Eropa dua kali pada tahun 2021 dan 2022.
Mencari informasi mereka di internet ternyata adalah candu. Dua hari pertama setelah mendengar musik mereka, saya menghabiskan waktu 3 jam hanya untuk menggali lebih jauh tentang VoB. Firda 'Marsya' Kurnia pada vokal/gitar, Euis Siti Aisyah pada drum, dan Widi Rahmawati pada bass, mereka bertiga telah membuat saya kembali ke jamaah metaliyah yang sudah saya tinggalkan sejak berhenti menjadi musisi dulu.
Secara singkat, mereka adalah band yang berasal dari kecamatan Singajaya yang berjarak dua jam perjalanan dari Kota Garut. Mereka tergabung dalam grup band dengan tidak sengaja.Â
Mereka ini adalah anak-anak "nakal" yang menjadi langganan masuk ruang bimbingan konseling (BK). Namun, guru BK mereka yang bernama Abah Erza, mengalirkan energi "kenakalan" mereka ke bentuk seni.
Perjuangan mereka sebagai anak band ternyata tidak mudah. Mereka tinggal di lingkungan yang konservatif dimana musik metal masih dianggap musiknya pemuja setan.Â