Mohon tunggu...
Prima Sp Vardhana
Prima Sp Vardhana Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger yang Pecandu Film dan Buku

Seorang manusia biasa yang belajar menjadi sesuatu bermanfaat, buat manusia lain dan NKRI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

DPRD Minta Walikota Surabaya Segera Tangani Kasus Kepala BKD

19 Juni 2011   09:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:22 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_114875" align="alignright" width="306" caption="DIMINTA TEGAS. Walikota Surabaya Ir. Tri Rismaharini diminta DPRD Surabaya segera tangani kasus Kepala BKD, Dra. yayuk Eko Agustin secara tegas, serta sesuai PP tentang Disiplin PNS dan UU anti korupsi yang dilanggarnya."][/caption] DPRD Surabaya minta Walikota Ir. Tri Rismaharini bersikap tegas terhadap “kenakalan” Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Dra. Yayuk Eko Agustin melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 1980 tentang disiplin pegawai negeri sipil (PNS). Memanfaatkan jabatannya untuk memuluskan perusahaan persewaan alat-alat pesta Global miliknya memonopoli proyek pemkot sejak tahun 2006.

Selain itu, DPRD juga merekomendasi kejaksaan dan aparat hukum lainnya untuk memeriksa salah satu tim sukses Tri Rismaharini itu, terkait pelanggaran atas PP tentang disiplin PNS yang dilakukan selama lima tahun ini, 2006-2011.

”Selain melanggar PP tentang disiplin PNS, perilaku Yayuk sebagai Kepala BKD Surabaya juga bertentangan dengan etika pemerintahan yang bersih dan baik. Karena itu, pelanggaraan yang dilakukan sudah memenuhi syarat untuk diperiksa kejaksanaan ataupun aparat hukum lainnya,” kata Ketua Fraksi Demokrat DPRD Surabaya Irwanto Limantoro di ruang kerjanya, beberapa hari lalu.

Soal status pengelolaan Global yang dilakukan Didik Eddy Soesilo, yang juga suami Yayuk Eko Agustin. Menurut dia, hanyalah masalah strategi untuk mengelabuhi peraturan yang ada di Pemkot Surabaya. Namun secara de facto dan de jure, keuntungan dari Global masuk dalam keuangan keluarga Yayuk. Sehingga perilaku itu secara tegas melanggar PP tentang disiplin PNS.

Sebagai anggota dewan, tak dipungkiri, bahwa pihaknya menerima banyak laporan terkait kegiatan Pemkot Surabaya yang didominasi persewaan alat-alat pesta Global milik Yayuk Eko Agustin. ”Monopoli Global di Pemkot Surabaya sudah banyak dilaporkan anggota masyarakat. Seharusnya pejabat terkait acara-acara protokoler pemkot bisa menolak masuknya Global. Dengan bukti operasi Global selama lima tahun, secara hukum pelanggaran ini merupakan pelanggaran jamaah akibat dari KKN,” ujarnya.

Karena itu, kenakalan Yayuk tersebut juga terkategori korupsi dengan melanggar Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 3 UU Nomor 20/ 2001 tentang perubahan UU nomor 31/1999, Pasal 5 UU nomor 28/ 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, United Nations Convention Against Corruption tahun 2003 (Konvensi PBB menentang Korupsi tahun 2003), dan UU Nomor 7/ 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption tahun 2003.

Soal pernyataan membela diri Yayuk yang menjelaskan, bahwa perusahaan Global merupakan bisnis kecil-kecilan untuk persiapan pensiun. Irwanto menilai, pernyataan Kepala BKD itu merupakan alasan klise untuk pembenar pelanggaran terhadap PP dan UU yang dilakukan. Ini karena, dana hasil kerja Global dari Pemkot Surabaya tidak bisa dihitung secara satuan proyek, tapi harus dihitung secara total dalam satu tahun menerima pesanan pemerintah.

”Penghitungan total selama satu tahun harus dilakukan, karena Global menerima proyek Pemkot Surabaya dengan biaya dari anggaran APBD Jatim,”

Berpijak pada pelanggaran Yayuk Eko Agustin terhadap pemerintah yang beratmosfer korupsi, maka Irwanto meminta Tri rismaharini sebagai Walikota Surabaya untuk bersikap tegas. ”Kenakalan Kepala BKD merupakan ujian bagi walikota, mampu atau tidak bersikap obyektif terhadap kenakalan bawahannya yang juga tim suksesnya,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Sedangkan pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya I Wayan Titib Sulaksana, menilai kenakalan Kepala BKD itu merupakan perilaku menyimpang yang memanfaatkan kedekatan dengan Walikota. Yayuk Eko Agustin pasti memiliki keyakinan, bahwa kenakalan yang melanggar PP Nomor 30 tahun 1980 itu tak akan mendapat sanksi dari walikota yang pernah dibelahnya saat pemilihan Walikota Surabaya setahun silam.

Perilaku Kepala BKD Surabaya itu kian mempertegas adanya beragam korupsi di Pemkot Surabaya. Karena itu, dia meminta harus segera dihentikan. “Walikota harus menghentikan kasus ini. Jangan sampai jabatan disalahgunakan oleh bawahannya untuk kepentingan pribadi,” ujar Wayan saat dihubungi.

Penyalahgunaan jabatan yang dilakukan Ketua BKD itu, diyakini, membawa implikasi terhadap pemerintahan Risma. Sebab, kredibilitas Walikota akan turun dan berpeluang terseret masalah hukum akibat kenakalan bawahannya. “Nanti bisa-bisa terjadi pemakzulan dari anggota dewan, seperti masalah reklame bisa. Karena itu, saya mengimbau Bu Risma harus bisa menghentikan bisnis Kepala BKD itu,” katanya.

Aksi yang dilakukan Kepala BKD itu, menurut dia, melanggar PP Nomor 30 tahun 1980. Nama baik PNS di lingkungan Pemkot juga ikut tercemar gara-gara penyalahgunaan jabatan itu. Selain melanggar aturan, kesempatan warga Surabaya yang memiliki bisnis persewaan tenda, alat pesta, dan perlengkapan acara resmi terus tertutup. Bahkan, pengusaha lain yang harusnya memiliki kesempatan ikut program jadi tertutup rapat. “Ironisnya yang melakukan monopoli persewaan alat-alat pesta di lingkup Pemkot adalah pejabat di Pemkot sendiri, yang juga orang kepercayaan dan tim sukses walikota,” tambahnya.

Tak dipungkiri Wayan, bahwa penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Kepala BKD memang tak bisa dijerat undang-undang (UU) tindak pidana korupsi (Tipikor). “Tapi dalam aturan PNS itu sudah masuk ranah yang tak benar, bisa dijerat dengan pasal lain terkait pelanggaran jabatan yang berdampak pada sanksi jabatan, pemecatan, dan bentuk sanksi hukum lain yang akan mencoreng citra Pemkot Surabaya,” katanya.

Dikatakan, dalam kasus Kepala BKD itu tidak ada unsur kerugian negara. Namun dalam sisi moral, monopoli proyek dilingkup Pemkot Surabaya itu merupakan sebuah pelanggaran aturan PNS. Pasalnya perilaku yang dilakukan merupakan kegiatan untuk memperkaya diri sendiri orang dekatnya,” ujarnya. (vd)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun