[caption id="attachment_107602" align="alignright" width="300" caption="RESTU Gubernur Jatim H. Soekarwo (kanan) tak akan menesahkan Wagub Jatim H. Saifullah Yusuf (kiri) dalam menjabat Ketua Umum KONI Jatim. Sebab jabatan di LSM olahraga itu dilakukan dengan melanggar Undang-Undang negara. Sehingga keabsahannya menandatangani pengucuran dan penerimaan anggaran KONI Jatim dari APBD juga diragukan."][/caption] SETELAH terbitnya rekomendasi KPK kepada Mendagri, berbagai reaksi muncul. Selain larangan penggunaan APBD bagi klub profesional mulai tahun 2012, juga “warning” bagi pejabat publik untuk tidak melakukan pelanggaran Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional (SKN). Kalau sebelumnya dianggap SKN tak punya implikasi hukum karena tak mengatur sanksi, Mendagri segera membuat peraturan dan larangan bagi KONI dan PSSI . Wali Kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin seperti dikutip Sindo, secara terbuka menyatakan siap mundur dari jabatannya sebagai ketua umum PSM Makassar. Jika Mendagri memberlakukan aturan pelarangan rangkap jabatan pejabat publik di kepengurusan KONI atau klub sepak bola, ia akan segera mundur. Bahkan saat Rapat Umum Anggota (RUA), ia sudah meminta kesediaan figur lain untuk menggantikan posisinya. Ini salah satu contoh pejabat yang rasional memahami konteks pemberantasan korupsi. Tetapi masih banyak pejabat piblik yang menduduki jabatan seperti Ilham, dan di tingkat provinsi seperti yang dilaporkan Menegpora, ada Sembilan daerah baik gubernur maupun wagub yang masih menjadi ketua KONI. Tentu saja mereka sudah melakukan pelanggaran pada undang-undang SKN yang terbit tahun 2005. Ini persoalan utamanya, ketika Mendagri segera membuat peraturan, larangan dan sanksinya atas rekomendasi KPK, maka pejabat publickyang menduduki Ketua Umum KONI Provinsi tetaplah melanggar UU. Yang pasti Menegpora diminta untuk menginventarisir pejabat publik yang menduduki jabatan di KONI maupun PSSI. Untuk tingkat provinsi sudah dilaporkan, dan di kabupaten dan kota tentu akan banyak lagi yang melakukan pelanggaran UU. Hanya kita tidak tahun pasti, apa yang tersirat dengan rekomendasi dari menginventarisir pejabat-pejabat public tersebut. Negeri ini memang tengah membangun clean governance agar tak lagi dimasukkan indeks primitif dalam Transparency International 2008 Corruption Perceptions Index, seperti Ethiopia, Honduras, Guyana dan Lybia. Kini KPK sudah masuk dalam ranah olahraga yang harus segera melakukan dan mengikuti arus reformasi. Keabsahan Olahraga Indonesia memang sedang terjadi transformasi, dan pejabat publik ke depan mesti fokus kepada tugasnya. Situasi yang berbeda dengan sebelumnya, dan rekomendasi ini bisa kita baca sebagai pengikisan kemungkinan pelanggaran pejabat publik. Kita mesti bertanya, jika kesalahan administrasi saja masuk dalam konteks korupsi, dan banyak contoh yang sudah berurusan dengan hukum. Lantas bagaimana dengan pejabat public yang jelas-jelas melanggar UU. Hal menarik kita cermati, bagaimana KPK yang sudah berharap menginventarisasi semua pejabat publik yang sudah melanggar UU dan apakah keabsahannya sebagai Ketua masih bisa ditoleransi, termasuk dalam penggunaan anggaran APBD? Karena bagaimana pun Provinsi Jawa Timur termasuk di dalamnya, di mana dalam Musorprov KONI Jatim di Batu, medio tahun 2010 lalu perdebatan ini mengemuka tetapi Wakil Gubernur Syaifullah Yusuf tetap terpilih. Undang-undang dan peraturan sudah ada, surat edaran menteri lama diterbitkan tapi bangsa ini tak takut bahkan ada idiom peraturan dibuat untuk dilanggar. Bahkan ada joke shalat saja boleh di langgar. Ini memang tantangan, dan KPK telah melakukan perubahan ke arah yang seharusnya sebagai Negara yang beradab dan berbudaya, termasuk dalam dimensi olahraga. Kini pejabat publik dalam konteks budaya masyarakat paternal selalu dijunjung menjadi bapak di semua bidang, termasuk olahraga. Rekomendasi KPK akan bisa dilihat sebagai warning saja, dan disikapi dengan wait and see. Karena sekarang tetap belum ada sanksi yang pasti meski sikap seperti Walikota Makassar akan menjadi fenomena. Apakah kelak setelah peraturan, larangan, sanksi sudah dibuat Mendagri masih ada yang ngeyel menjadi ketua KONI dan PSSI, dan apakah keabsahan pejabat publik seperti ini masih SAH termasuk dalam penggunaan anggaran Negara? Kita hanya bisa menunggu bagaimana bangsa ini lebih baik dan lebih beretika dan tidak lagi setara Ethiopia. (#)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H