AS mengatakan kalau virus Corona bisa lebih cepat mati jika terkena sinar matahari secara langsung. Walaupun begitu, penelitian ini diakui masih dalam tahap evaluasi lebih lanjut.
Baru-baru ini penelitiWilliam Bryan, penasihat sains dan teknologi untuk Departemen Keamanan Dalam Negeri AS mengungkapkan, sinar ultraviolet memiliki dampak yang kuat pada patogen.
Mereka melihat adanya peluang hilangnya virus Corona selama musim panas nanti.
"Kami menemukan adanya efek kuat yang dimiliki cahaya matahari untuk membunuh virus, baik yang sudah menempel di permukaan benda maupun yang masih berada di udara," ungkap Bryan seperti dikutip dari Al Jazeera.
Selain dengan cahaya matahari, peneliti juga menemukan adanya tanda pelemahan virus di kondisi temperatur dan kelembaban yang tinggi.
Sebenarnya peran sinar ultraviolet untuk melemahkan virus ini sudah cukup lama diketahui. Radiasinya diketahui mampu merusak materi genetik virus dan kemampuannya untuk bereplikasi.
Sayangnya anggapan ini seolah patah setelah kasus infeksi masih ditemukan di negara dengan cuaca hangat seperti Malaysia, Thailand, Singapura, dan juga Indonesia.
Kepada Al Jazeera, Dr. Margaret Harris dari WHO juga mengatakan kalau teori-teori mengenai sinaar ultraviolet tadi masih diragukan melihat masih adanya kasus di negara-negara tersebut.
"Maaf, tapi kami (WHO) tidak bisa berharap musim panas bisa memberikan dampak sebaik yang diharapkan," ungkapnya.
Penelitian dari Willian Bryan memang belum final dan masih menunggu hasil evaluasi lebih lanjut. Intensitas dan panjang gelombang sinar ultraviolet yang tepat masih harus dikaji kembali.
Penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya juga tidak menemukan bukti adanya pengaruh suhu dan kelembaban bisa membantu mengurangi penyebaran virus.