Dalam melakukan sesuatu, rasa percaya memang sangat diperlukan, karena dengan rasa percaya kita menjadi yakin bahwa kita bisa melakukan sesuatu dengan baik. Kita juga yakin dengan kemampuan kita.
Namun, jika rasa percaya diri yang berlebihan atau kita sebut "kepedean" justru akan membuat kita jatuh. Kenapa bisa begini? Karena biasanya kalau kepedean, kita jadi tidak mempersiapkan segala sesuatunya dengan maksimal, karena sudah merasa bisa, bahkan merasa ahli.Â
Saya teringat beberapa waktu yang lalu, siswa saya mengikuti uji kompetensi memasak, ya siswa saya jurusan tata boga. Dia murid yang pandai di kelas, masakannya pun enak. Tetapi pada saat ujian berlangsung, ia cenderung kepedean.
Dia kurang mempersiapkan segala sesuatunya dengan maksimal. Pada akhirnya nilai yang didapat pun tidak maksimal. Saya yakin, jika dia mempersiapkan segala sesuatu dengan maksimal dan tidak kepedean, pasti dia mendapat nilai yang maksimal.
Saya pun pernah merasa kepedean tentang tulisan saya. Sekitar sebulan yang lalu saya mengikuti lomba menulis novel. Saya berharap banyak dari lomba ini karena novel yang menang akan diterbitkan oleh penerbit yang lumayan ternama, bahkan akan mendapat kontrak. Aaahh.. siapa yang tak mau begini.
Jenis novel yang dilombakan adalah urband thriller, saya belum pernah membuat novel jenis ini. Namun, sayangnya saya tidak mencari tahu tentang jenis novel ini. Saya hanya sekilas mencari informasi tentang novel thriller tanpa membaca salah satu  novelnya. Yang saya dapat dari informasi itu, novel thriller adalah cerita novel yang menegangkan, mengerikan bahkan misteri. Tapi saya tidak membaca salah satu kisahnya.
Dengan kepedeannya saya dan berbekal sedikit ilmu, akhirnya saya buat novel itu. Entahlah saya yakin aja novel saya akan menang. Karena dari lomba yang saya ikuti, tulisan saya ada yang terpilih (padahal baru sekali ikutan lomba menulis buku antologi). Ahh.. rasa pede yang berlebih ini sungguh membuat saya sombong. Saya lupa bahwa tulisan itu adalah adalah soal selera, saya tak bisa memaksa orang lain untuk suka tulisan saya.
Balik lagi ke lomba yang saya ikuti. Nama saya tidak muncul alias novel saya tidak terpilih. Kecewa sudah pasti, tapi untung saya segera sadar bahwa dalam perlombaan ada menang dan kalah. Kalaupun saat ini saya kalah, bukan berarti menyerah, tetapi justru harus lebih giat belajar. Ketika saya baca siapa pemenangnya dan sinopsis mereka, saya mulai paham bagaimana novel thriller itu.
Waah.. jelas saja, sinopsis novel saya memang tidak masuk kriteria ini. Coba seandainya saja dulu saya terbuka dan mencari banyak referensi tentang novel thriller, kemungkinan sinopsis saya bisa diterima (hahaha..masih ngarep). Walaupun tidak terpilih, paling tidak sudah benar ceritanya. Kalau yang kemarin saya kirim entahlah sudah sesuai atau belum.
Sebuah ilmu menulis baru yang saya dapatkan, meskipun harus lewat dari kegagalan. Tidak sampai di situ saja, belakangan ini, ada tiga tulisan (artikel) saya menjadi artikel pilihan di Kompasiana. Tapi, setelah itu artikel yang saya publish tidak lagi menjadi artikel pilihan. Lagi-lagi ini karena rasa kepedean saya. Saya merasa karena sudah sering menjadi terpilih, maka akan dengan mudah menjadi artikel terpilih.Â
Lagi-lagi saya lupa, tulisan itu adalah soal selera dan juga manfaat bagi yang membacanya. Tak bisa memaksakan pembaca untuk suka dengan tulisan saya. Tidak terpilihnya tulisan saya menjadi artikel pilihan sempat membuat saya menjadi tidak percaya diri untuk menulis. Tapi untungnya saya segera sadar bahwa kalau ingin menjadi penulis ya harus bersedia untuk ditolak atau tidak disenangi tulisannya. Saya mulai bangkit dan menulis lagi dengan percaya diri.