Mohon tunggu...
Swazta Priemahardika
Swazta Priemahardika Mohon Tunggu... lainnya -

Sering berhayal ketika minum kopi,..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepotong Bulan untuk Zahra (1)

8 Januari 2015   04:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:35 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sepotong Bulan untuk Zahra

19.20 WIB,..

Zahra tak beringsut dari duduknya di sebuah bangku tua di taman kota. Tempat dia biasa menghabiskan malam Minggu atau pada malam-malam tertentu bersama Krisna. Selarik dingin yang mulai merambat malam ini, sesekali memaksa Zahra membetulkan letak syal putih biru pemberian Krisna yang melilit di lehernya. Sungguh tak nampak sedikit pun raut kesal di wajahnya, meski hampir satu jam lebih dia menunggu. Suara jangkrik yang saling bersahutan dan sesekali gurauan pasangan remaja belasan tahun yang biasa pacaran di taman kota, menemani Zahra malam itu.

Zahra sudah terbiasa menunggu. Baginya, menunggu seseorang yang seolah telah memberinya “nyawa kedua” bagi hidupnya, sungguh tak berarti apa-apa, dibanding apa yang telah diberikan dan dilakukan Krisna pada dirinya. Dua setengah tahun lalu, Krisna datang pada saat Zahra benar-benar membutuhkan sosok lelaki dewasa yang bisa membimbingnya dan bisa menjadi sandaran untuk hidup Zahra, selain ayahnya. Dan Zahra tak pernah ragu dengan cintanya pada Krisna, meski untuk memiliki Krisna seutuhnya itu serasa mustahil. Tapi kemungkinan itu masih tetap ada.

Tak lama kemudian, Krisna datang. Meskipun tampak lelah setelah seharian bekerja, tapi selalu saja ada semangat lebih yang terpancar di wajah Krisna saat menemui atau diminta Zahra untuk menemaninya pergi.

“Sudah lama nunggu,Ra?” Krisna membuka obrolan sembari menyulut sebatang rokok. Satu kebiasaan buruk yang masih susah dia hilangkannya, meski Zahra telah berulang kali memohonnya untuk berhenti.

“Lumayan. Jika aku jadi kamu, mungkin sudah 3 atau 4 batang rokok yang telah kusulut dan menjadi abu” balas Zahra sambil nyengir, bermaksud mengingatkan Krisna untuk berhenti merokok.

Krisna pun tersenyum kecil mendengar kata-kata Zahra, sambil menggeser duduknya mendekati Zahra. Beberapa helai rambut Zahra yang tersapu angin dan menutupi sebagian wajahnya, perlahan disibak Krisna sambil lekat memandangi wajah kekasihnya itu dari dekat. Menumpahkan sekian rindu yang tlah membuncah setelah sekian hari tak bertemu.

“Maafkan aku. Ehh, kamu tahu gak, kenapa aku telat datang kesini?” tanya Krisna mencoba mengusir cemberut di wajah Zahra.

“Ehmm,..rutinitas seperti biasa,kan? Pasti kamu habis menemani Tania pergi” jawab Zahra lirih sambil memalingkan wajahnya dari Krisna.

“Hahahaa,...salah banget. Tadi ituuu,..aku habissss,...” sengaja Krisna menahan kata-katanya, berharap Zahra berbalik dan memandang Krisna lagi.

“Sudah-sudahhh, gak usah diterusin..!! Paling kamu cuma mau cerita kalau kamu habis berduaan sama Tania dan terpaksa harus nungguin Tania sampai tidur dulu biar kamu bebas pergi tanpa harus memberi alasan. Benar,kan ?!”sergah Zahra pura-pura tak peduli pada Krisna, meski dalam hatinya berharap yang terjadi adalah sebaliknya.

“Bukan,sayaaangg...justru tadi itu Ayah Tania datang ke rumah. Dia ingin mempercepat rencana pernikahan kami. Dia lakukan itu semata-mata karena kondisi Tania yang makin memburuk saja tiap harinya. Dan aku bingung, Ra. Gak tahu apa yang harus kuputuskan. Karena jujur saja aku belum siap. Sama sekali belum siap” suara Krisna makin lirih di akhir kalimatnya.

“Ohhh ya,..lalu kenapa waktu itu kamu mengiyakan saja permintaan ayah Tania untuk tunangan??” selidik Zahra berharap Krisna segera menjawabnya.

“Aku gak tahu,Ra. Jujur saja, aku gak punya alasan untuk menolaknya. Kamu tahu kan,.sudah berapa banyak keluarga Tania membantu keluargaku?? Dan,..kamu juga tahu penyakit apa yang diderita Tania,kan??”.

Hening menyelimuti keduanya. Semburat semangat Krisna yang sempat membuncah sebelum menemui Zahra  mendadak sirna. Tak tahu lagi apa yang harus diperbuatnya sekarang. Krisna pun merebahkan tubunya di bangku tua, menjatuhkan kepalanya yang terasa memberat di pangkuan Zahra.

“Baguslah,..setidaknya masih ada waktu buatku untuk mengkudeta pernikahan kalian..hahahaaa” gelegar tawa Zahra sontak membubung ke udara. Tawa yang entah kenapa dia sendiri tak pernah tahu untuk apa dia tertawa dan mentertawakan siapa.

“Ahhh,..” Zahra mendesah dan mencoba melayangkan lamunannya menuju tiga bulan ke depan, dimana Tania akan resmi menjadi pendamping Krisna dan merubah namanya menjadi Ny.Krisna. Sungguh, andai hal itu terjadi, tak ada yang bisa dia perbuat selain berharap Krisna masih bisa sisakan waktu untuknya, itu saja.

“Pleasee,Ra...aku serius nih. Kamu malah tertawa gitu” gerutu Krisna seolah memohon pada Zahra untuk berhenti mentertawakannya.

“Iya,..muuaaaf Krisna jelek,...hehe” ledek Zahra sambil mengacak-acak rambut kucel Krisna.

“Bantu aku cari jalan keluarnya,dong” mata Krisna terpejam seolah berharap.

“Beneran,nih ?!! Apaaa,..apa aku bunuh saja tunanganmu itu, terus kita menikah dan pergi tinggalkan kota ini,..hahahaaa,.setuju gak ??” ledekan Zahra meletup-letup seperti gunung api memuntahkan jutaan kubik lava pijar.

“Hahahaa,..edan kamu !! Apa gak ada cara yang lebih menantang dan terhormat selain masuk penjara??” sahut Krisna sambil merebahkan lagi tubuhnya di bangku .

Melepaskan tatapannya jauh ke atas menembus pekatnya langit malam. Tak ada apa-apa disana. Hanya miliaran bintang yang yang mungkin saling terhubung satu sama lain. Ingin rasanya sesekali Krisna ada di antara bintang-bintang itu. Merasakan kedamaian disana tanpa harus pusing memikirkan masalah yang cukup rumit di hidupnya. Di satu sisi, dia tidak mencintai Tania meskipun hampir dua tahun lebih belajar mencintainya. Tapi di sisi lain, hutang kebaikan dan limpahan materi yang tak terhitung dari keluarga Tania, rasanya seperti tak mungkin dia balas. Dan, masih ditambah dengan penyakit Tania yang seolah tidak memberinya pilihan lain, kecuali harus menikah dengan Tania.

“Kecuali datang sebuah mukjizat dari Tuhan untuk kesembuhan penyakit Tania, rasanya harapan bagi Tania untuk bertahan hidup itu tidak lebih dari 10%”, kata dokter keluarganya suatu hari, saat kondisi Tania sedang drop.

“Kris..aku mulai ngantuk,nih...pulang, yuukk?!” Zahra mencoba menarik tangan Krisna.

“Iya sebentar, Ra. Tapi beneran ya,.tolong segera beritahu aku secepatnya jika kamu menemukan jalan keluar yang paling mungkin untuk aku dan juga untuk kita,Ra” pinta Krisna sepunuh hati pada Zahra.

“Iya,..pasti,Kris” jawab Zahra sambil berdiri bersiap untuk pulang.

“Eehhh, wait a minut !! Ada yang tertinggal nih,Ra..”

Krisna pun berdiri merentangkan kedua tangannya bermaksud menyambut pelukan hangat Zahra.

“Hahahaa,...gak mau ahhh, besok aja sekalian !!”, derai tawa Zahra cukup mengagetkan beberapa pasang remaja di taman kota itu. Dan Krisna pun dibuat tersenyum dibuatnya.

21.40 WIB,..

Akhirnya Zahra berlalu meninggalkan Krisna yang masih berdiri mematung di dekat bangku tua. Dia hanya terbengong sendiri menatap sosok Zahra yang perlahan makin menjauh dan menghilang dari pandangannya.

Seperti ada sesuatu yang terlepas pada diri Krisna sepeninggal Zahra malam ini. Tapi dia tak tahu apa itu. Dia seolah ingin berontak dengan keadaan yang ada, tapi entah kepada siapa. Tapi yang pasti,..gelisah hatinya malam ini bukan karena Tania, tapi Zahra.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun