Mohon tunggu...
Swazta Priemahardika
Swazta Priemahardika Mohon Tunggu... lainnya -

Sering berhayal ketika minum kopi,..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Suatu Malam di Ujung Jalan Saat Turun Hujan

28 Maret 2015   17:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:52 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

“Aku datang, Rick. Kangenku nyaris tak bisa kutahan” katamu usai pengait payung kau lepas, lalu mengembang dan tubuh kita terbebas dari bidikan sepasukan rintik hujan. Kerlingan matamu riang, ditingkahi muka lucu seperti bayi yang belajar bergumam. Aku bingung, mematung bimbang di perempatan jalan.

Di sekejap mata saat beradu pandang, kata-kata sontak hilang, luruh menjelma nafas-nafas tak bertuan. Dan, kebosanan yang meraja sekian lama di singgasana diam, sungguh tak kuasa menawarkan apapun sebagai pilihan. Tubuh kita begitu dekat tak berbatas ruang. Merangkul romansa yang berseliweran, mengerjap-ngerjap manja, mencari tempat persinggahan dari gumpalan rasa yang tak tertahan.

“Aku telah lama menunggumu, sayang. Tapi kau tak tahu. Tak pernah mau tahu” desahmu hangat, menyambar ujung telinga. Hanya berjarak sekepalan tangan, wajah kita saling memelas mengharap satu ciuman. Masih dalam hitungan detik, tangan-tangan kita saling berlomba, berpacu di kecipak syahdu. Getar-getar makin liar tak kompromi,  jantung terpompa kian cepat tiada kendali.

“Aku tahu, tapi kita tak harus melakukan ini, bukan? Lihatlah, sekarang kau bukan dirimu !!” kataku sembari mundur selangkah, sebagian punggungku basah. Selarik dingin tiba-tiba menusuk tulang. Entah mengapa, serasa hilang sebagian ingatan. Memoriku error tiba-tiba. Tak bisa lagi mengingat apa-apa.

“Dimana aku sekarang? Siapa dia?? Dia mirip sekali dengan Kay” batin dan otakku berperang, mencari kebenaran yang masih mungkin bisa kunalar. Hujan makin mengguyur deras, sekumpulan debu di pinggir jalan lenyap tak berbekas.

Kau pun mundur selangkah. Wajah pucatmu terekam sekian detik di mataku. Tersenyum tipis, menunduk lalu membalik badan.

“Tapi kenapa tubuh Kay tak basah terguyur air hujan??” batinku seketika.

Sekian detik berikutnya aku tersadar, rasa heran berkecamuk mencari jawaban. Satu detik di kedipan mata berikutnya, ternyata kau sudah benar-benar menghilang dari pandangan. Ahh, kenapa dengan mataku?? Aku masih mengucek-ucek mataku, tak percaya dengan apa yang kulihat. “Kaukah itu, Kay?” lirih tanyaku serupa gumam. Bulu kudukku seketika berdiri. Menoleh ke semua arah, tapi kau tak juga kutemukan.

Belum genap hitungan menit, ingatanku melayang pada empat tahun silam. Ketika ruang-ruang rasa diantara kita mulai retak dan bersekat, serasa tak nyaman lagi untuk menyandarkan dua keping hati. Sinarnya tiba-tiba saja meredup, dan perlahan mati. Ahh, dimanakah kau saat itu? Satu tahun terakhir aku masih mencarimu. Hingga aku lelah dan kau belum juga ketemu. Aku teramat lelah, putus asa dan menyerah. Sejak saat itu, akhirnya kurelakan hari-hari terlewat begitu saja tanpamu.

“Kaukah itu, Kay? Kaukah yang memelukku tadi??” tanyaku tak percaya. Tak terasa, tiba-tiba mataku terasa pedih. Hujan turun makin deras. Gemuruh airnya makin ganas menyerangku. Aku berlari mencari tempat berteduh. Dingin begitu cepat merayap, menyergap seluruh tubuhku. Terlintas sepotong kenangan terakhirku denganmu kala itu.

“Benar adanya, terkadang cinta memang sulit ditaklukan”. Ingatkah kau dengan kata-kata itu, Kay? Saat nyaris seharian penuh kita habiskan waktu berburu di hutan. Saat cinta kita tak mungkin lagi dipersatukan. Sebentuk harapmu dan impianku lenyap seketika, musnah begitu saja. Aku tak tahu kabarmu sejak saat itu.Dan baru enam bulan lalu, kabar tentang kepergianmu kuterima dari seorang kerabatmu.

“Istirahatlah dengan tenang, Kay. Semoga kau damai disisiNya” kurangkai serangkum doa, saat hujan mulai reda.

Kebumen, 28 Maret 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun