Tanggal 7 Juni lalu sebuah komputer bernama Eugene Goostman, untuk pertama kalinya lolos dari tes Turing yang diadakan di Royal Society, London. Penyelenggara tes ini, Universitas Reading, menyatakan Eugene berhasil meyakinkan 33% juri bahwa dirinya adalah manusia.
Tes Turing sendiri adalah sebuah ide yang dicetuskan oleh Bapak Komputer Alan Turing, untuk menguji apakah komputer atau mesin dapat berpikir layaknya manusia. Ide ini memiliki akarnya pada Filsafat Modern lewat pemikiran Rene Descartes yang menyatakan kemampuan berpikir sebagai komponen paling utama yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya, termasuk mesin. "Cogito Ergo Sum", aku berpikir maka aku ada.
Untuk mengetes apakah sebuah komputer atau mesin dapat memiliki kemampuan berpikir atau tidak, Turing mengajukan permainan sederhana. Seorang penilai berhadapan dengan dua narasumber yang berada di ruang yang berbeda. Mereka hanya dihubungkan oleh sebuah monitor dimana si penilai hanya dapat berinteraksi dengan keduanya melalui teks. Narasumber pertama adalah robot yang berpura-pura menyerupai manusia, sedang yang kedua adalah manusia sebenarnya. Kedua narasumber ini akan berinteraksi dengan si penilai yang akan menentukan apakah lawan bicaranya manusia ataukah mesin.
[caption id="attachment_310981" align="aligncenter" width="300" caption="Patung Alan Turing"][/caption]
Ide brilian Turing untuk mengetes kemampuan berpikir mesin ini lalu dijadikan standar dalam pengembangan Artificial Intelligent (AI) oleh ribuan pakar AI dan Philosophy of Mind di seluruh dunia. Dan seiring perkembangan komputer yang semakin pesat, maka pada tahun 1991 untuk pertama kalinya digelar sayembara tahunan tes Turing bernama Loebner Prize.
Meski telah berlangsung selama 13 tahun, namun hingga saat ini belum ada satupun mesin yang mampu menyabet medali emas (visual dan auditori) dan perak (hanya teks) dalam kompetisi tersebut. Medali yang kerap diraih hanyalah perunggu yang dihadiahkan kepada mesin yang dalam penilaian para juri paling menyerupai manusia. Sejumlah sistem yang sering mendapatkan medali ini adalah A.L.I.C.E dan Jabberwacky.
Kompetisi tes Turing yang berlangsung di Royal Society ini sejatinya tidak diadakan untuk meraih Loebner Prize, tapi perayaan 60 tahun kematian Alan Turing. Dalam kompetisi tersebut, Eugene Goostman dipersonifikasikan sebagai bocah berumur 13 tahun asal Ukraina dengan kemampuan berbahasa Inggris yang tidak terlalu baik. Ia bersama lima mesin lainnya berinteraksi selama kurang lebih lima menit dengan para juri untuk meyakinkan mereka bahwa dirinya adalah manusia.
Menurut Kevin Warwick, profesor di Universitas Reading, kompetisi tes Turing yang mereka adakan melibatkan tes perbandingan paling simultan yang pernah diadakan. Tes ini juga melibatkan penilai independen dan jenis pertanyaan yang diajukan oleh para juri tidak dibatasi sebagaimana terjadi pada tes-tes sebelumnya.
Meski Warwick antusias menyatakan bahwa tes Turing telah terlampaui, namun sejumlah pakar mengkritisi hasil dari kompetisi tersebut. Salah satunya datang dari Hugh Loebner, si pencetus Loebner Prize. Menurutnya waktu lima menit yang diberikan pihak panitia, tidak memadai bagi para juri untuk memberikan penilaian. Selain itu, pada kompetisi Loebner Prize yang waktu penilaiannya mencapai 25 menit, Eugene hanya menempati peringkat ketujuh dibelakang sistem lain yang mengikuti kompetisi tersebut.
Sementara itu futuris dan Direktur Engineering Google, Ray Kurzweil, menyatakan bahwa kemampuan Eugene tidaklah mengesankan. Ia seringkali tidak mengikuti pembicaraan, mengulang-ulang beberapa kata, dan caranya merespon pertanyaan masih menyerupai chatbot serta non sequiturs, tidak logis.
Pendapat lainnya juga dilontarkan oleh Noh Goodman, Direktur Komputasi dan Laboratorium Kognisi Universitas Stanford yang menyatakan bahwa orang-0rang telah membuat kemajuan dalam tes Turing dengan membuat chatbot tampil lebih aneh dan lebih bodoh dengan memasukkan sejumlah human error agar tampak lebih manusiawi.