The river fell in love with the ocean, when they met and in that beautiful estuary, the river completely lost itself. -Natasha
Pernah mendengar istilah estuari? Bukan, estuari bukan minuman dingin sejenis es teh manis atau es kelapa muda yang sering menjadi pendamping menu makan siang anda.
Estuari adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Muara sungai, teluk-teluk di daerah pesisir, rawa pasang-surut dan badan air yang terpisah dari laut oleh pantai penghalang (barrier beach), merupakan contoh dari sistem perairan estuari.
Bercampurnya massa air laut dengan air tawar menjadikan wilayah estuari memiliki keunikan tersendiri, yaitu dengan terbentuknya air payau dengan salinitas yang berfluktuasi. Pada musim kemarau volume air sungai berkurang sehingga air laut dapat masuk ke arah hulu sehingga menyebabkan salinitas di wilayah estuaria meningkat. Sebaliknya, pada musim penghujan air tawar mengalir dalam jumlah yang besar dari hulu ke wilayah estuaria sehingga salinitas menurun.
Secara umum perbedaan salinitas di wilayah estuari akan menyebabkan terjadi pergerakan massa air. Air asin dari laut yang memiliki massa jenis lebih besar dibandingkan air tawar menyebabkan air asin berada di lapisan dasar dan mendorong air tawar menuju laut. Air tawar yang berasal dari sungai mengalir ke laut membawa padatan-padatan yang berasal dari daratan. Padatan-padatan ini kemudian mengalir ke laut dan mengendap menjadi sedimentasi.
Lantas apakah sedimentasi ini berbahaya terhadap ekosistem estuari? Jawabannya tergantung dari karakteristik dan volume sedimentasinya karena pada dasarnya sedimentasi adalah proses alami yang terjadi di wilayah estuari. Karakteristik sedimen yang terbentuk akan bergantung pada lingkungan pengendapan sedimennya. Sebagai contoh, kita akan membahas ekosistem estuari di Sungai Porong, Jawa Timur.
Sejumlah besar lumpur dipompa dari lokasi semburan ke Sungai Porong melalui jaringan pipa menyebabkan meningkatnya beban sedimen tahunan Sungai Porong menjadi 3-4 kali lipat dibandingkan beban sedimen tahunan sebelum terjadinya semburan lumpur (Soegiarto et al., 2012). Sedimen yang berasal dari lumpur vulkanik tersebut sebagian besar merupakan tanah liat (81,5%) dengan porositas 30% dan densitas antara 1,24-1,37 gr/cm3 (Soegiarto et al., 2012).
Dilihat dari volume beban sedimen dan jenis sedimennya yang sebagian besar merupakan tanah liat dengan mudah kita dapat menyimpulkan bahwa sedimentasi lumpur Sidoarjo tersebut berbahaya terhadap kehidupan ekosistem estuari. Beban sedimentasi yang tinggi dapat menyebabkan tingginya tingkat kekeruhan air sehingga menghalangi sinar matahari yang dapat mengganggu proses fotosintesis.
Sidik (2016) telah melakukan penelitian terhadap karakteristik sedimentasi dari lumpur Sidoarjo terhadap pertumbuhan tanaman mangrove. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa lumpur Sidoarjo mengandung 0,55-0,57% total karbon organik dan + 0,05% total Nitrogen. Rendahnya kandungan nitrogen yang terdapat pada sedimentasi dari lumpur Sidoarjo menjadi salah satu faktor penghambat pertumbuhan mangrove. Hal ini dibuktikan dengan pengukuran pertumbuhan mangrove yang dilakukan saat laju sedimentasi tinggi dan laju sedimentasi relatif rendah.