Pagi itu, Toni yang masih duduk di kelas SD terlibat pertengkaran dengan teman sekelasnya, Abdul. Keduanya terlibat pertengkaran tepat di depan rumah Toni. Masalahnya, karena Toni menuduh Abdul mengambil buku pelajarannya, sedangkan Abdul bersikeras bahwa buku itu adalah miliknya sendiri yang dibelikan ayahnya kemarin sore.
Dan pertengkaran itu semakin lama semakin memanas. Bukan lagi pertengkaran mulut, tapi sudah mulai berebut buku.
Toni yang kebetulan bertubuh lebih kecil, semakin lama semakin merasa terdesak. Semakin lama semakin merasa kewalahan. Tak kehilangan akal, Toni kecil berlari ke dalam rumah, melapor kepada bapaknya.
Mendengar laporan dari anaknya bahwa Abdul mengambil buku pelajaran Toni, maka beranglah si bapak. Dengan marah si bapak keluar rumah dan membentak-bentak si Abdul yang kemudian menjadi ketakutan. Tak hanya itu, si bapak juga merebut buku itu dari Abdul mengusirnya dengan kasar.
Pertanyaannya bukan "siapa yang salah?", tapi siapa yang tampak konyol dalam cerita di atas?
Si Bapak!
Si Bapak terlihat konyol dengan responnya yang tak mengedepankan sisi kedewasaannya. Bukankah yang paling tua dalam cerita di atas adalah si Bapak? Tanpa mengklarifikasi suatu berita dari pihak lain yang menjadi lawan, maka bisa dipastikan keputusan yang diambil akan sepihak dan berat sebelah.
Si Bapak akan menjadi lebih bijak bila dia merespon dengan mendengarkan cerita (baca: laporan) dari kedua belah pihak sehingga dia mampu mengambil keputusan yang mendasari keputusan tanpa memihak ke salah satu anak.
==========
Pertanyaan lanjutan, bagaimana jika yang bertengkar adalah orang-orang yang sudah dewasa lagi berilmu?
Yang dilakukan si Bapak harusnya sama saja. Klarifikasi.