[caption id="attachment_180531" align="alignleft" width="259" caption="ilustrai gambar: google"][/caption] Kamis kemarin, dalam perjalanan pulang dari kerja saya punya satu pengalaman menarik. Yaitu ketika saya dipaksa membayar untuk parkir motor di sebuah masjid. Lho kok? Ceritanya begini, setiap kali pulang kerja, saya selalu melewati sebuah masjid yang tidak terlalu besar -namun cukup nyaman untuk dipakai beribadah. Biasanya ketika melewati masjid tersebut saya menimbang-nimbang; jika saya bisa mengikuti waktu Maghrib di rumah saya akan tetap melanjutkan perjalanan. Namun jika menurut perhitungan saya sudah masuk Isya' ketika samapai rumah, maka saya akan berhenti untuk mengikuti sholat Maghrib disitu. Nah, Kamis kemarin saya pulang agak terlambat. Karena itu saya memutuskan untuk berhenti di masjid tersebut, sholat Maghrib dulu, baru kemudian melanjutkan perjalanan pulang. Biasanya, kalau parkir disitu, saya mendapat kartu parkir yang harus saya kembalikan lagi ketika keluar nanti. Nah, ini masalahnya. Ternyata, saya tiba terlalu awal di masjid tersebut, sehingga petugas penjaga parkirnya belum datang. Saya tetap parkir meski tak mendapat kartu parkir. Saya kemudian mengambil wudlu' dan lalu menunggu sholat dimulai. Setelah semuanya selesai, saya pun bermaksud meneruskan perjalanan pulang. Namun sesampainya di pintu keluar masjid, si penjaga masjid menanyakan kartu parkir saya. Lalu saya bilang, kalau saya tidak mendapat kartu parkir karena saya tiba lebih awal daripada dia. Anda tahu jawaban dia kemudian? "Yaah, (meski tak ada kartu parkir) itunya (uang parkir, pen.) kan ada." Dia mengatakan hal tersebut sambil menunjukkan kotak yang biasanya digunakan untuk meletakkan uang parkir pemberian orang-orang. Saya kaget dengan jawaban seperti itu. Saya merasa seperti "dipaksa" untuk bayar parkir. Terus terang juga uang kecil di dompet saya sudah saya masukkan kotak infaq di dalam masjid tadi. Akhirnya saya keluarkan pecahan sepuluh ribu (itu uang yang paling kecil, hehe...), saya serahkan ke penjaga itu sambil saya meminta kembalian. Karena mungkin dia tidak punya kembalian, atau mungkin dia malas membuka kotak uangnya, dia akhirnya mengembalikan sepuluh ribu saya dengan muka bersungut-sungut. Sepanjang perjalanan saya bingung sendiri. Kalau saya parkir di ATM atau mall, lalu saya diwajibkan bayar parkir itu sih wajar karena itu memang lahan komersil. Tapi kalau masjid? Masa' sih masjid di-komersilkan? Jangan ah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H